Gak perlu
berbangga soal menulis. Menulis hanya perihal mengambil sebuah ruang untuk
berbagi. Sebuah ruang untuk mengambil kendali proyek-proyek pembebasan dirimu
atas orang lain. Maka tak perlu jumawa apalagi ber-besar kepala dan menarik
batas antara hidupmu dengan orang lain. Seolah mereka adalah segalanya
sementara kita tidak! Itu salah.
Menjadi “berarti” adalah ketika ruang itu mampu kau geluti
dengan serius, sedikit cemas tapi bermakna. Arah dan tak berarah. Karena masih
banyak ruang kosong dan aktifitas lain yang tak kalah penting dari menulis itu
sendiri.
Jangan sesekali berfikir untuk mengurung diri dalam kamar,
sehingga kawan-kawanmu, kolega-kolegamu berkata : Hei kamu itu penulis. Penulis
sungguhan. Maka berkaryalah, itu adalah kewajiban!
Tidak…
Cukup bagiku berada di pelataran, di tepi-tepi tembok
restoran, atau di sekitaran batu karang pantai tak bernama. Sehingga dengan
mudah menghirup udara yang gratis, melihat matahari di ujung cakrawala. Sembari
berujar, mari siapkan rencana proyek penghancuran segala kebekuan dan kekakuan
hidup di sekelilingmu. Lakukan sekarang juga. Bakar!
Akulah si pejuang itu.
Si pejuang yang begitu riang bahagia menyongsong ruang kebebasan. Ya beberapa tahun silam,
ketika hidup adalah penjara bagi beribu mimpi di kepala. Aku tetap berdiri walau
sempat tumbang. Senyum itu tak pernah pudar walau badai melintang. Bahkan ketika
kenyataan yang dijalani berubah makna menjadi sebuah kutukan yang menakutkan. Dihindari,
diingkari, dan diperankan sebagai lakon yang setengah hati dengan sejuta
kegagalan dari setiap langkahnya. Meramu merana sepasang kekasih. Kekasih yang memilih
pergi entah kemana.
Lalu ketika kehidupan berpindah ruang dan waktu, rantai-rantai
itu seperti menguap ke udara. Melebur dengan polusi-polusi oksida, sehingga
tulang-tulang dengan seonggok daging yang merantai diri sebelumnya, perlahan
terlepas dari belenggu-belenggu yang mencekram.
Ya selamat datang keakraban!
Siapa yang bisa
terbang?
Siapa yang bisa
melayang?
Siapa yang bisa
menerawang?
Siapa yang bisa melanglang?
Siapa yang bisa
melayari?
Sekian pulau!
Sekian peristiwa!
Sekian tawa!
Sekian tangis dan
ringis!
Sekian riang dan murung!
Lalu siapa yang
berjumpa dengan begitu banyak macam manusia?
Begitu banyak jiwa,
begitu banyak cerita.
Ada ruang yang sama,
persis sama.
Tapi ada juga ruang
yang berbeda, berbeda sama sekali.
Ada banyak yang
tergesa-gesa, terseok-seok, bahkan tidak ada kebahagian sama sekali menjalani hidup.
Sementara sebagiannya lagi, begitu bebas melakukan apa saja! Hari ini berjemur
di pantai, besok berlibur ke kebun binatang, lusa mengecek kembali kesehatan di
rumah sakit.
Waktu bagi sebagian orang adalah hantu yang terus memburu,
memaksa mereka untuk terus berlari, tanpa berhenti walau sejenak, membersihkan
keringat di dahi, mengusir duri di kaki, atau bermain petak umpet dengan anak
para tetangga. Sementara di lain sisi, waktu adalah taman dengan fasilitas
kolam mandi sejuta wewangian, kursi untuk bersandar, danau untuk memancing, dan
kamar remang 5 watt untuk bercinta sepuas hati.
Banyak yang terbata-bata mencari garis finish menempatkan
sekian mimpi akan sebuah kebahagian di kepala mereka. Sementara sisanya terus
berdoa mudah-mudahan Tuhan terus menjaga mereka seperti sebagaimana adanya. Banyak
yang mengelu-elukan kebahagian, dan siap mengantri seraya memegang tiket masuk
untuk menuju kesana. Banyak orang pula mencari surga yang lain, kebahagian
kelas lanjut.
Tapi tiba-tiba hidup
bertanya pada dirimu, kamu berada di bagian mana sayangku?
Avidya Jelia Vitalis
Evolusia Bakteria menjawab:
Nah, kini aku dilanda
kebingungan yang keras. Mimpi yang bertahun-tahun kuperam dalam panas kepala
terus mengeras. Hendak retak. Lalu hancur mengeping. Mengering untuk kemudian menyatu
dengan aerosol…
Bagaimana menyusun
kembali konsep kebebasan ketika pilihan yang rumit berdiri diujung hidung?
Bagaimana bersikap
kepada kebebasan yang kini menampakkan wajah garangnya?
PENGHANCURAN DIRI
adalah bentuk pencarian ulang dari komitmen bersikap. Susun kembali diri agar
utuh menjadi manusia. Orang boleh berbeda dalam beberapa hal. Tapi, untuk
menjadi bahagia adalah hak semua orang.
Apapun caranya, semua
orang harus merebut kebahagian mereka kembali.
Bagaimana sayangku??
Untuk sekedar menipu orang-orang, aku kembali menciptakan
sandiwara baru. Sesungguhnya, telah ku temukan dunia yang ternyata tak nyaman
untuk kuhuni. Teruslah bekerja sayang… ayo teruuuss...
21 feb 2020 Canggu, Bali.