“Tidak peduli bagaimana pun kau yang berusaha keras melupakan, semakin keras kau membenci semakin nyata pula ia hadir di nadirmu”.
Yap beberapa bulan ini roda keseharian gue seolah berhenti. Stagnan,
lalu perlahan menjadi pasti bahwa apa yang gue lakukan atas tindak laku ini
adalah sebuah kepastian untuk kembali pada kata semu. Ya sebuah kesemuan
seperti sediakala. Hambar dan tiada berarti.
Tepat satu bulan kemarin, telephone genggam gue berdering
nyaring. Seketika terpampang sebuah nama yang tidak asing. Bagaimana bisa gue membahagiakan
orang lain? Sementara gue bahkan tidak sanggup membahagiakan diri sendiri? Pertanyaan
lama muncul di titik nadir setelah untuk beberapa saat gue merasa berhasil
untuk mencintai diri gue sendiri.
Hallo apakabar?
Tanya suara di ujung
telephone.
Ya gue baik-baik
saja. Dan sepertinya gue sangat baik-baik saja belakangan ini.
Sahut gue.
Ada sesuatu yang
harus gue sampaikan, tapi gue butuh waktu yang lebih Panjang untuk menyampaikan
ini.
Ucapnya lagi.
Tanpa keberatan, gue
pun menyanggupi permintaannya dan bersedia mendengar ceritanya dari ujung
telephone.
Ya untuk
kesekian kalinya dia mucul dan menyampaikan keluh kesahnya. Tidak ada sedikit
keraguan pun ketika gue mulai membuka diri untuk merespon segala gelisahnya. Tentang
kuliahnya, tentang keluarganya, bahkan tentang kekasihnya yang konon katanya belakangan
mereka lebih sering cekcok dan adu pendapat. Untuk sesaat gue menikmati itu.
Akan tetapi dalam lubuk hati yang paling dalam, perasaan gue
berkecamuk. Batin gue bergemuruh. Apakah ini kesempatan kedua buat gue untuk
memulai kisah lama ini? setidaknya berusaha memperbaiki apa yang dulunya sempat
kandas. Gue ragu, tapi gue menepis keraguan itu.
Alhasil, sampai catatan ini dibuat. Gue benar-benar jatuh
dalam lubang yang sama. Sakit dan teramat menyakitkan.
Rupanya, telephone itu menjadi berlanjut. Malah menjadi
sebuah rutinitas. Bahkan tak sehari pun yang terlewati tanpa bercengkrama satu dengan
yang lainnya, tenggelam dalam tawa riang di sela cerita yang gue berdua bangun
dalam kurun waktu hampir sebulan. Ya disatu sisi gue mengabaikan jarak dimana
gue dan ia berdiri.
Tak ada sedikitpun rasa canggung, gue menikmati momen ini
dan ia pun sebaliknya.
Di suatu kesempatan
ia berucap
Gimana kalo setelah wisuda
gue berangkat ke Bali? Mungkin gue bisa memulai rasanya sensasi dunia kerja untuk
pertama kali di kota Bali. Ucapnya lagi.
Ya lu mesti kesini,
gue punya banyak tempat yang harus kita singgahi Bersama.
Balas gue dengan
penuh yakin.
Sambil tersenyum ia
mengangguk setuju dengan matanya yang berbinar.
Mungkin dengan
kesempatan ini pula, kita bisa memperbaiki segala sesuatu yang dulu benar-benar
kacau dengan hubungan asmara kita.
Gue kembali berujar namun
ia hanya diam.
Tahukah kalian, siapa dia? Ya ia adalah alasan paling kuat
ketika gue memulai Salinan ini. Ia adalah wanita yang pernah membuat gue jatuh
cinta pada masa lampau. Dan ia adalah wanita yang melahirkan kedua putri kembar
gue ke atas dunia ini. Ya gue ga perlu segan untuk menyatakan bahwa dia adalah
mantan istri yang teramat sangat gue kasihi. Gue rela berbuat apa saja demi
dirinya, itu adalah sumpah. Tapi itu semua terjadi pada masa lampau.
Gue bahkan mengingat dengan baik, dimana ia begitu senang dan
girang ketika di berikan sebuah bunga. Katanya itu romantis.
Bahkan tidak jarang gue dengan sukarela memberikan bunga
secara berkala. Ya meski keperawakannya jauh dari kata feminis, tapi ia selalu
suka di perlakukan selayaknya perempuan. Bunga dan coklat, ia membencinya tapi
tak juga menolak jika itu adalah hadiah.
Bahwa, mungkin sampai sekarang ia masih menjadi perokok
aktif, dari suaranya yang kian serak gue bisa memastikan itu. Akan tetapi dari
pengakuannya ia telah lama meninggalkan alcohol atau semua yang hal yang
cenderung memabukan. Ya gue sangat percaya diri untuk menghafal betul segala
sesuatu tentang dirinya. Apalagi sifat keras kepalanya yang sangat identik dengan
peringainya.
Entahlah dua sampai tiga tahun gue berusaha melupakannya, dan
dalam waktu itu pula gue berada pada titik kenihilan. Lagi-lagi sebuah
nilai semu tanpa ada artian yang berarti.
Dia datang lagi, dan gue membuka lebar-lebar hati gue
untuknya.
Tapi tahukah kalian bahwa perpisahan gue dengannya benar-benar
menyakitkan pada masa lampau? Ahh gue bahkan tidak punya penggambaran yang
tepat untuk menceritakan bagian ini. Hati gue telah hancur, bukan hanya satu
kali, bahkan berulang kali. Lagi, lagi dan lagi.
Dan hari ini, gue mendapati itu lagi.
Suatu saat kau pasti
menikah lagi,
dan kemungkinan besar
bukan denganku.
Suatu saat, mau tidak
mau
Aku juga harus
merelakanmu.
Aku harap, kau
benar-benar mencintainya.
Sebab, jika tidak
Aku takut masih tetap
diam-diam berdoa, Untuk bisa berdiri di tempatnya
Mungkin, dalam sisa umur
hidupmu.
Tolong beritahu aku bahwa ini adalah KESALAHAN!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar