Catatan
ini seperti catatan kaki yang berlapis, meski isinya hanya berpegang pada
keseharian yang terus tergerus emosi dan murka yang belum juga menemukan
muaranya. Tapi gue tetap percaya bahwa berharap kepada hari esok adalah pilihan
yang paling solutif. Apakah kalian mengingatnya tentang menghirup udara untuk
pertama kali? Tentang tarikan nafas yang gratis? Yang membuat kita untuk tetap
hidup?
Yap itu adalah perspektif bahwa ternyata kematian adalah
akhir dari segala sesuatu. Sementara hidup adalah berjudi dengan segala sesuatu
yang di sebut dengan kemungkinan.
Jika persamaan dan analogika sebagai perumpamaan bahwa hidup
merupakan hal yang konyol. Maka pertanyaan seperti “Lu
berani gak mabok di depan markas Brimob?” Adalah sebuah pertanyaan dan tindakan
yang melambangkan kekonyolan itu sendiri, karena akibat yang ditimbulkan
sesudahnya kemungkinan besar lu akan di hajar oleh anggota Brimob yang
bersenjata lengkap. Dan lu gak berani
melakukan hal itu. Akan tetapi jika pertanyaannya berubah menjadi: “Apakah mungkin jika seseorang bisa mabok di
depan markas brimob?” Maka kemungkinan besarnya adalah “Ya, hal ini kemungkinan bisa terjadi.” Dan hanya orang konyol yang
dapat melakukan ini. Akibatnya tetap sama, yaitu sesorang yang mabok di depan markas brimob
kemungkinan besar akan di hajar oleh anggota Brimob yang bersenjata lengkap.
Terkecuali Brimobnya lagi CELENG. Wekekeke.
Sehingga, jika pertanyaan diatas berubah menjadi: “Apakah mungkin lu berani mabok di depan
markas brimob?” tentu jawabannya pun berubah menjadi “Ya mungkin gue akan berani.” Sebab ada sebuah kemungkinan yang
dapat terjadi pada poin ini yaitu: Gue
bisa saja mabok di depan markas Bribom tanpa sedikitpun gue sadar (hangover). Just
my logic.
Maksud dari analogika ini adalah: Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, direncanakan atau tidak terencanakan “Hidup tetap lah sebuah keharusan yang penuh dengan resiko baik yang besar maupun yang kecil sekalipun itu.”
Maksud dari analogika ini adalah: Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, direncanakan atau tidak terencanakan “Hidup tetap lah sebuah keharusan yang penuh dengan resiko baik yang besar maupun yang kecil sekalipun itu.”
So apa yang harus
gue bagikan hari ini? Kesibukan? Kesenangan? Ataukah kegundahan? Ahh gue bahkan
gak punya kesibukan dan kesenangan sama sekali. Hanya bergelut dengan kebosanan
sepanjang hari tiada henti.
Kalo saja hidup itu semudah seruput kopi gue rasa presentase tingkat kematian akibat bunuh diri akan berkurang secara drastis. Dan kemungkinan besar “Skizofrenia" yang di sebabkan stress atau frustasi berlebihan bisa saja punah. Lalu bayangkan, andai saja takdir bisa di tentuin seperti memesan bir di meja bar maka gue rasa lu semua tiap harinya menenggak bir berliter-liter. Haha Ya itu semua kalo lu bisa milih.
Gue akhirnya benar-benar ragu bahwa hidup adalah pilihan, karena nyatanya hidup adalah sebuah keharusan bukan sebuah pilihan. hmpp.
Dalam sebuah buku karya Taqi Al Mudarrisi: Beliau
mengungkapkan pertanyaan “Mengapa dalam hidup
ada ujian dan cobaan”?
Beliau menyatakan bahwa ketika manusia di lahirkan, ia di
sertai dua kesempatan yang seimbang seperti dua sisi timbangan yang tidak lebih
berat salah satunya. Hal yang di maksud adalah: Kesempatan baik dan kesempatan
buruk. Kemudian setelah itu, ia akan mengalami serentetan ujian yang tiada
henti. Ujian-ujian itu akan semakin berat dan semakin sulit sepanjang ia
menjalani apa yang dinamakan dengan hidup.
Lalu pertanyaannya adalah sudah sejauh mana ujian-ujian
berat yang dimaksud mendatangi setiap dari kita?
Entahlah gue hanya merasa semua hal berat itu sudah gue
lalui dalam perjalanan hidup ini. Meskipun gue sadar bahwa klaim seperti tak
sanggup untuk “menakar” semua ujian
berat yang dimaksud. Gue pernah terjebak dengan beberapa hal buruk yang gue
yakini sebagai ujian yang dimaksud. Obat-obatan, alcohol, juga selangkangan
wanita. Dan bagi gue hal-hal inilah yang paling berat yang pernah gue lalui. Yap
begitulah, mengabaikan banyak hal baik karena kebebasan yang kebablasan. I hate
that momen.
Lalu apa itu kematian? Apa yang menjamin "hidup" sesudah mati?
Sebuah keharusan bahwa hendaklah kita merenungkan dan memusatkan
perhatian pada rahasia kematian, yang mana pada hakikatnya bukanlah suatu
perkara yang Tabu, di karenakan kita kerap melihatnya terjadi. Apa yang
mengherankan dan aneh adalah rahasia yang tersimpan dalam perjalanan sesudah kematian.
Terkadang seseorang bertanya pada dirinya sendiri; “Apa nilai dari kehidupan ini, yang kita jalani dan akan berakhir dengan kematian?”
Terkadang seseorang bertanya pada dirinya sendiri; “Apa nilai dari kehidupan ini, yang kita jalani dan akan berakhir dengan kematian?”
Ada yang bekerja, mendirikan bangunan, memproduksi,
mengelola tanah, dan lain sebagainya,. Yang pada akhirnya harus berhenti pada
suatu masa yang telah di tentukan. Yaitu kematian.
Lalu apa nilai kehidupan ini? Berapakah harga dunia ini? “Dan
sesungguhnya sesuatu ini ada pada awalnya adalah keberadaan, maka hendaklah ia
takut pada akhirnya (kematian).”
Hingga sampailah kita kepada sebuah titik dimana kematian
bukanlah akhir dari segalanya, melainkan melanjutkan sebuah perjalanan yang
masih penuh dengan misteri. Pertanyaannya, sudah kah kita bersiap-siap untuk
sebuah kematian? WTF gue belum siap!
Oke next tinggalkan semua yang berbau kematian dan kembali
kepada realitas. Siapa yang merasa stress, mengeluh, merasa terbebani, atau
bahkan putus asa dan depresi? maka ketahuilah bahwa itu adalah tindakan yang paling bodoh. Lalu mengapa? Ya karena ia
telah di anggap mengabaikan hikmah dan tidak memahami segala sesuatu yang
terkandung dalam ujian dan cobaan tersebut.
Dan tentunya gue gak mau melanjuti kebodohan itu. Gue rasa
cukup dengan cap benalu, tidak dengan cap bodoh. huh hah hoh.
Masih mau mati?? Haha embung aing.
Lalu apa yang ada dalam rahasia
kematian? Ahh entahlah, persetan dengan kematian. Gue masih pengen hidup
seribu tahun lagi. Hingga-gue punya cukup bekal dan merasa siap dengan segala
sesuatunya untuk memulai perjalanan setelah
kematian itu sendiri. Ahh fak rasa-rasanya takut mati rasanya. Wkkwkwkwk.
Denpasar, bali 29
maret 2019