Bagian 5


                Catatan ini seperti catatan kaki yang berlapis, meski isinya hanya berpegang pada keseharian yang terus tergerus emosi dan murka yang belum juga menemukan muaranya. Tapi gue tetap percaya bahwa berharap kepada hari esok adalah pilihan yang paling solutif. Apakah kalian mengingatnya tentang menghirup udara untuk pertama kali? Tentang tarikan nafas yang gratis? Yang membuat kita untuk tetap hidup?

Yap itu adalah perspektif bahwa ternyata kematian adalah akhir dari segala sesuatu. Sementara hidup adalah berjudi dengan segala sesuatu yang di sebut dengan kemungkinan.

Jika persamaan dan analogika sebagai perumpamaan bahwa hidup merupakan hal yang konyol. Maka pertanyaan seperti  “Lu berani gak mabok di depan markas Brimob?” Adalah sebuah pertanyaan dan tindakan yang melambangkan kekonyolan itu sendiri, karena akibat yang ditimbulkan sesudahnya kemungkinan besar lu akan di hajar oleh anggota Brimob yang bersenjata lengkap. Dan lu gak berani melakukan hal itu. Akan tetapi jika pertanyaannya berubah menjadi: “Apakah mungkin jika seseorang bisa mabok di depan markas brimob?” Maka kemungkinan besarnya adalah “Ya, hal ini kemungkinan bisa terjadi.” Dan hanya orang konyol yang dapat melakukan ini. Akibatnya tetap sama,  yaitu sesorang yang mabok di depan markas brimob kemungkinan besar akan di hajar oleh anggota Brimob yang bersenjata lengkap. Terkecuali Brimobnya lagi CELENG. Wekekeke.

Sehingga, jika pertanyaan diatas berubah menjadi: “Apakah mungkin lu berani mabok di depan markas brimob?” tentu jawabannya pun berubah menjadi “Ya mungkin gue akan berani.” Sebab ada sebuah kemungkinan yang dapat terjadi pada poin ini yaitu: Gue bisa saja mabok di depan markas Bribom tanpa sedikitpun gue sadar (hangover). Just my logic.

Maksud dari analogika ini adalah: Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, direncanakan atau tidak terencanakan “Hidup tetap lah sebuah keharusan yang penuh dengan resiko baik yang besar maupun yang kecil sekalipun itu.”

So apa yang harus gue bagikan hari ini? Kesibukan? Kesenangan? Ataukah kegundahan? Ahh gue bahkan gak punya kesibukan dan kesenangan sama sekali. Hanya bergelut dengan kebosanan sepanjang hari tiada henti.

Kalo saja hidup itu semudah seruput kopi gue rasa presentase tingkat kematian akibat bunuh diri akan berkurang secara drastis. Dan kemungkinan besar “Skizofrenia" yang di sebabkan stress atau frustasi berlebihan bisa saja punah. Lalu bayangkan, andai saja takdir bisa di tentuin seperti memesan bir di meja bar maka gue rasa lu semua tiap harinya menenggak bir berliter-liter. Haha Ya itu semua kalo lu bisa milih.

Gue akhirnya benar-benar ragu bahwa hidup adalah pilihan, karena nyatanya hidup adalah sebuah keharusan bukan sebuah pilihan. hmpp.

Dalam sebuah buku karya Taqi Al Mudarrisi: Beliau mengungkapkan pertanyaan “Mengapa dalam hidup ada ujian dan cobaan”?

Beliau menyatakan bahwa ketika manusia di lahirkan, ia di sertai dua kesempatan yang seimbang seperti dua sisi timbangan yang tidak lebih berat salah satunya. Hal yang di maksud adalah: Kesempatan baik dan kesempatan buruk. Kemudian setelah itu, ia akan mengalami serentetan ujian yang tiada henti. Ujian-ujian itu akan semakin berat dan semakin sulit sepanjang ia menjalani apa yang dinamakan dengan hidup.

Lalu pertanyaannya adalah sudah sejauh mana ujian-ujian berat yang dimaksud mendatangi setiap dari kita?

Entahlah gue hanya merasa semua hal berat itu sudah gue lalui dalam perjalanan hidup ini. Meskipun gue sadar bahwa klaim seperti tak sanggup untuk “menakar” semua ujian berat yang dimaksud. Gue pernah terjebak dengan beberapa hal buruk yang gue yakini sebagai ujian yang dimaksud. Obat-obatan, alcohol, juga selangkangan wanita. Dan bagi gue hal-hal inilah yang paling berat yang pernah gue lalui. Yap begitulah, mengabaikan banyak hal baik karena kebebasan yang kebablasan. I hate that momen.

Lalu apa itu kematian? Apa yang menjamin "hidup" sesudah mati?

Sebuah keharusan bahwa hendaklah kita merenungkan dan memusatkan perhatian pada rahasia kematian, yang mana pada hakikatnya bukanlah suatu perkara yang Tabu, di karenakan kita kerap melihatnya terjadi. Apa yang mengherankan dan aneh adalah rahasia yang tersimpan dalam perjalanan sesudah kematian.

Terkadang seseorang bertanya pada dirinya sendiri; “Apa nilai dari kehidupan ini, yang kita jalani dan akan berakhir dengan kematian?”

Ada yang bekerja, mendirikan bangunan, memproduksi, mengelola tanah, dan lain sebagainya,. Yang pada akhirnya harus berhenti pada suatu masa yang telah di tentukan. Yaitu kematian.

Lalu apa nilai kehidupan ini? Berapakah harga dunia ini? “Dan sesungguhnya sesuatu ini ada pada awalnya adalah keberadaan, maka hendaklah ia takut pada akhirnya (kematian).”

Hingga sampailah kita kepada sebuah titik dimana kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan melanjutkan sebuah perjalanan yang masih penuh dengan misteri. Pertanyaannya, sudah kah kita bersiap-siap untuk sebuah kematian? WTF gue belum siap!

Oke next tinggalkan semua yang berbau kematian dan kembali kepada realitas. Siapa yang merasa stress, mengeluh, merasa terbebani, atau bahkan putus asa dan depresi? maka ketahuilah bahwa itu adalah tindakan yang paling bodoh. Lalu mengapa? Ya karena ia telah di anggap mengabaikan hikmah dan tidak memahami segala sesuatu yang terkandung dalam ujian dan cobaan tersebut.

Dan tentunya gue gak mau melanjuti kebodohan itu. Gue rasa cukup dengan cap benalu, tidak dengan cap bodoh. huh hah hoh.

Masih mau mati?? Haha embung aing.

Lalu apa yang ada dalam rahasia kematian? Ahh entahlah, persetan dengan kematian. Gue masih pengen hidup seribu tahun lagi. Hingga-gue punya cukup bekal dan merasa siap dengan segala sesuatunya untuk memulai perjalanan setelah kematian itu sendiri. Ahh fak rasa-rasanya takut mati rasanya. Wkkwkwkwk.

Denpasar, bali 29 maret 2019

Sebuah Catatan Permulaan bagian 4


                Entahlah, Beberapa hari ini suasana hati kembali meredup. Apapun yang menjadi penyebabnya gue bahkan terlalu sukar untuk mendefenisikannya. Sementara itu, dari layar handphone terus muncul pemberitahuan bahwa Bali sedang di guyur hujan badai di sertai petir namun masih dalam skala ringan. Di lain sisi, hingga pukul 03.40 Wita gue masih terjaga. Entahlah, gue hampir lupa kapan terakhir kali gue bisa tidur dengan nyenyak. Rasanya begitu sukar untuk tidur nyenyak. Bayang-bayang kegagalan terus menghantui. Gagal dalam perkuliahan, pujaan hati yang malah pergi, hingga frustasi terhadap pekerjaan yang tak kunjung datang benar-benar membuat gila. 

Teringat beberapa tahun silam, mantan istri gue pernah bilang “lu adalah benalu” yang hanya bisa menempel dan hinggap pada tubuh seseorang. Belakangan gue baru paham, ternyata apa yang pernah di ucapkannya adalah sesuatu yang nyata. Gue bagai parasite yang hanya mampu bertahan hidup di lapisan dalam bagian kulit daripada tubuh seseorang. Lalu ketika gue menyadarinya, yang tersisa hanya kesia-siaan dan kehinaan. Alangkah buruknya diri gue ini.

Hampir sebulan gue di bali dan ternyata sejauh ini Bali belum banyak membantu. Bali hanya sekedar menjadi tempat pelarian, sembunyi dari para anjing penjilat penegak hukum. Fuck the all cops. Ngakunya penegak hukum tapi nyatanya hanya memeras. Sudah banyak temen-temen gue yang jadi korban dari praktek busuk itu. Siapa bilang pemerintah hari ini peduli terhadap para pengguna ganja?? Rehabilitasi?? Fuck bullshit. Atau lu yang sok ngebela ganja medis? Heh anying masih banyak manusia normal yang terus di bui hanya gegara Ganja. Dan kalian masih belum menyadarinya, siapa yang sesungguhnya di kriminalisasi?? Gue benar-benar benci dengan segala kekacauan ini. Anjing.

Dan Inilah mimpi terburuk dari hidup gue, di cari oleh segerombolan orang brengsek yang ngakunya penegak hukum hanya karena menggauli cannabies. Ahh tae rasa-rasanya ingin mati rasanya. Setelah melewati begitu banyak kegagalan, kini kegagalan lainnya seolah-olah berdiri di depan sedang menunggu. Menanti gue untuk tumbang. Seperti segerombolan srigala yang sedang mengintai mangsanya. Apakah ini balasan yang setimpal untuk menebus kesalahan dan kelalaian gue di hari-hari yang lampau?

Fuck sebuah pengakuan yang tak pantas jika hari ini gue mulai merindukan Bogor. Entah karena alasan yang terselubung di balik pernyataan ini, ataukah sudah sewajarnya gue untuk merindukan kota Bogor? Lalu kenapa gue gak merindukan Rumah? Padahal rumah gue di ujung lainnya, di Timur nusantara. Lalu kemudian gue tersadarkan bahwa gue ternyata gak bisa pulang untuk kembali kerumah. Dan semua itu bagian dari penebusan dengan harga mahal akan kebebasan yang bablas dari masa lalu. Sebuah kekacauan tanpa konsep, tanpa prosedur dan hanya berujung kepada penyesalan yang tak henti-henti.

Dan begitulah, pada akhirnya gue terlalu takut dan khawatir jika masalah dan segala kebusukan gue malah kegiring lalu sampai kerumah. Sebuah malapetaka dan kiamat yang gue ciptain sendiri tentunya. Ah entahlah, bahkan kata-kata lewat tulisan ini susah di cerna rasanya. Pulang malu tak pulang rindu.     

Yap awalnya gue kira dengan meninggalkan Bogor maka hilanglah juga semua masalah dan permasalahan yang pernah gue ciptain di sana. Baik yang di sengaja maupun yang tidak disengaja. 
Tapi  nyatanya nggak. Semua kebusukan itu malah menjadi hantu yang terus menghantui. Terus mengibiri sisa-sisa kepercayaan dalam diri ini. Optimisme yang malah memudar, struggle yang ikut menghilang, dan juga rebell yang perlahan sirna. Membuat frustasi semakin meliar.  Begitulah sebagian jiwa gue yang ikut terperangkap dan terjebak dengan segala ketakutan ini.

Gue penasaran, apakah lu pernah ngerasain ketika tubuh lu keluar dari tubuh lu yang lainnya. 
Kemudian menyaksikan betapa hina-nya hidup lu selama ini? Menyaksikan tubuh lu yang lainnya menjalani hari-hari dengan topeng kemunafikan? Berpura-pura dalam kepura-puraan? Pura-pura bahagia, pura-pura tertawa, pura-pura punya kebebasan. Padahal nyatanya lu terkekang. Terkekang dengan segala aturan yang telah mengikat. Apakah lu sadar bahkan ketika lu berak, lu kencing semua telah di atur? Gue punya bukti kuat, bagaimana caranya diri kita di control dan di kendalikan. Bak domba yang sedang di gembala.

Heh anying hidup lu telah di rancang buat ngikutin aturan!! Fuck lah. Gue bahkan gatau kepada siapa segala murka ini harus bermuara.

Yap mungkin saja ini adalah egoisme yang telah memupuk. Ngerasa sok paling bener, sok paling bijak, sok paling tau. Padahal otaknya kosong, isinya cuman kardus usang yang udeh gak kepake.

Shit nasib gue sial amat yak. Kamprett!!!!

Oh tidak ataukah ini yang dinamakan Karma????

Lalu jika benar karma maka kepada siapa gue harus mengadu?

Tuhankah?

NGGAK, gue belum pantas untuk mengadu kepada Tuhan. Tuhan terlalu agung untuk menyelesaikan karma dan segala kesialan ini.

Jika kematian adalah pilihan solutif maka sudah lama gue mengambil keputusan itu. Orang bijak pernah mengatakan “Namanya perspektif, ia bebas hinggap kemana saja dan tergantung individu yang di singgahinya. Lalu ia bebas memaknai bahwa hidup dan mati sama artinya. Lalu kenapa kamu memilih hidup? Ya karena gak ada bedanya ama mati.”

Ah entahlah, segala kemurkaan ini tidak lebih dari omong kosong. Segala tipu daya dalam hidup ini harusnya cukup menjadi alasan agar tetap bertahan hidup. Keep reel, keep moved. Bahwa hidup dengan kesia-sian adalah malapetaka dan kiamat yang gak semestinya lu bagi dengan orang lain. Tapi apalah daya, mungkin gue adalah salah satu orang yang paling sial. Tapi gue selalu sadar di luar sana masih banyak orang yang bahkan lebih memilukan dari gue. Tenang kawan, gue lebih menyedihkan dari kalian. Bertahanlah, percayakan saja bahwa sesudah hujan badai ada pelangi yang menghampiri.

Ini bukan kisah sedih atau keluhan atas keberakhiran dari segalanya. Tidak. Ini adalah gerbang pencarian selanjutnya, sebuah kesempatan untuk menebus segala sesuatu dari masa lalu yang disebut dengan "kegagalan."

Gue harus memaksa diri dan yakin bahwa ini adalah permulaan. Bukankah selalu ada yang namanya kesempatan kedua?

Atau, gue udeh melewatkan kesempatan kedua itu? Ahh entahlah, gue harus percaya bahwa semuanya telah di rancang  dan di atur oleh Sang Maha Agung. Tuhan Semesta Alam.

Come on bali. Bantu gue dengan keajaiban lu. Gue butuh sebuah keberuntungan. Butuh kebaikan hati dari semesta di tanah bali. Oh para leluhur turun lah dari langitmu dan bantulah aku yang mulai merana ini.

Email gue bahkan gada balesan. CV gue pun gada ada respon. Tak ada tetanda panggilan perihal pekerjaan. Oh no usaha gue belum maksimal!!!

Haha gue jadi teringat dengan acara di sebuah stasiun televise yang isinya lawakan,. “bawa map bawa map,. Cari pekerjaan,.” hadoh mang Saswi. Di tengah suasana gundah gulana ini lu masih sempet-sempetnya nongol di benak gue. Haha thankslah. Mengenang gelagat lu membuat gue tertawa kecil walau sejenak.

Bila mau menyanggah soal kencing onta jangan dari sisi akal sehat. Cari sisi lain., jangan kau mengaku hidup sebelum kau sanggup tertawakan akal sehat dan kematianmu. Ah hidup kau terlalu rumit untuk dijadikan sebuah sajak.
Jakarta kerass

Bogor beriman
Jogja I miss you
Bali hai

Canggu, Bali 23 Maret 2019

Sebuah Catatan Permulaan bagian 3

Okeh kita mulai dengan seberapa luas relasi anda sekarang? Berapa banyak orang yang mengantarkan anda jika suatu saat nanti anda di panggil oleh-NYA? Oh tidak ini terlalu menyeramkan. Wakakaka.

But hari ini gue sedikit mengutip pesan orang-orang bijak salah satunya dari Imam Syafi’I yang pernah menyampaikan, ”Apabila kalian memiliki sahabat yang membantumu dalam ketaatan, maka genggam erat tangannya. Karena mendapatkan seorang sahabat itu sulit, sedangkan berpisah darinya itu mudah.”

Kata Lukman Hakim, “sahabat yang jujur itu ibarat pohon. Bila kita duduk berteduh di bawahnya, ia akan meneduhi kita. Bila kita mengambil buahnya, ia akan mengenyangkan kita. Bila ia tidak memberi kita manfaat, ia tidak merugikan kita.”

So disinilah gue, masih di Bali, masih di Canggu. Dan bertekad bertahan lebih lama tentunya. New ekpedition personality. Wkekeke.

Pertanyaannya adalah: Adakah factor lain yang menyebabkan gue bisa bertahan lebih lama disini? Jawabannya tentu ada. Dan itu semua karena sahabat, seorang kawan lama yang telah bertranformasi sebagai saudara sedarah, blood brother. Dia adalah True friendly AND The fucking best partner. Haha si Anying masuk redaksi gue bagooyy. Huahahaa.

But gue gak pengen melanjutkan paragraph ini karena redaksi atau isi teks akan menjadi sebuah paragraph yang menyedihkan dengan kegelisahan yang begitu mendalam. Seolah ini adalah kisah Pilu dari habis gelap auu ahh gelap. Wkwkk. Belum lagi kalo doi baca teks ini maka doi bakal jadi congkak, secara doi tengil dan juga menjengkelkan. So kita skip ae. Haha sorry bung. Gue gak punya kalimat yang cukup pantas untuk menyatakan TERIMAKASIH yang lebih jauh.

Oke next. Jadi kemaren gue habis nemenin beberapa bule asal Eropa sebagai toure guide dadakan. Tepatnya bule asal jerman. Dari keperawakannya mereka tampak gagah secara fisik dan memang kebanyakan bule terlihat atletis jika di bandingkan dengan orang local. Dikarenakan bahasa inggris gue yang masih balepotan maka sebagai awalan gue lebih banyak nyimak. Duduk diam mendengarkan. Wkekekeke.

Meski begitu di sela-sela obrolan gue masih berani buat lemparin pertanyaan dong. Misalnya; how do you feeling in Indonesia? Atau where are you from?

Dan seketika itu juga gue di hujani dengan jawaban-jawaban yang sesungguhnya gue puyeng ngedengerinnya. Haha anyingnyong lierr.

Akan tetapi suasana malam kemaren cukup cair. Because gue punya temen baru yang ternyata udeh jago English. Bahkan menjadi tour guide adalah salah satu kerjaan sampingannya. Maklum doi adalah Instruktur Surfing. Jadinya gue hanya berperan sebagai pemeran pembantu. Haha anying macam sinetron ae. Oia lagi-lagi temen baru gue ini orang sunda men. Haha sunda dimana-mana KAN?

Sekitar pukul 10.00 wita lingkaran kecil gue di samperin oleh beberapa bule, dan ternyata mereka masih satu komplotan atau rombongan. Dan tidak semuanya dari mereka berasal dari Eropa. Karena ada yang berasal dari Australia, Brasil dan juga Jerman.

Lalu ada juga dua bule wanita asal Jerman yang ikut nimbrung bareng pada malam itu. Dikarenakan pengaruh alcohol yang mulai bekerja, semakin malam gue pun semakin aktif. Gue hampir tidak ingat apakah obrolan semalem emang nyambung atau nggak? Tapi seinget gue hampir setiap dari mereka menanyakan pertanyaan yang sama,.

“Are you stay here?”

Tentu saja gue jawab,.

Yes im stay here, but I from in east florest.

Lalu mereka bertanya lagi,.

Where is east florest?”

Maka dengan jurus kilat google map lah yang bekerja. Haha.

This is where flores and he are very far away.

Yap gue sukar aja susah ngomong ala inggris jadi weh kitu, googling. Wkakaka.

Akan tetapi gue akhirnya faham bahwa teori orang kulit putih mempunyai kecenderungan untuk tertarik dengan orang yang berkulit hitam (sawo matang) adalah real dan nyata. Karena gue mendengar sendiri apa yang mereka katakan. Haha anying aing mulai pede yeuh.

“I like Indonesian people and like your skin color, so I think I will stay longer in bali.”

Ungkap salah satu bule di samping gue,.

In my home country, its hard to make new friends but not here.”

Ungkap bule lainnya,.

Seketika itu juga gue mendapatkan jawaban lainnya seperti pada ulasan sebelumnya,. Perihal kenapa bali cenderung di datangi bule? Dan bahkan menjadi destinasi skala international. Yah jawabannya banyak dan bervariatif. Dan malam ini gue mendapatkan jawaban lainnya.

Sejauh pemantauan gue, tingkat kegacoran bule Ausie lebih aktif ketimbang bule Eropa. Aksennya pun sangat berbeda. Yap gue aneh aja dikit-dikit ohh fuck,. Ngomong dikit oh fuck,. Cerita dikit oh fuck. Gue mah so nyambung ae kan. You crazy man sambil tetawa tea. Padahal mah gak ngerti. Haha gublok. Belum lagi trik yang bisa lu praktekin dan juga gue bakal praktekin dalam waktu yang lama kedepannya. Hmpppp yaitu, Jika dia mulai berbicara bahkan bercerita tentang masa lalunya maka lu cukup nyeletuk  “oh really?” Kalo nggak lu cukup bilang “oh nice.” Dan lu akan berada dalam posisi aman. Sejauh lu gak di ajak berpindah tempat tentunya. Karena mudah di prediksi, ketika alcohol mulai bekerja maka hasrat seksual terhadap lawan jenis pun bereaksi, dan itu bisa terjadi kapan saja. Apalagi takarannya para bule. Seksualitas adalah hal yang lumrah. Dan gue ngeliat sendiri di mana temen baru gue di samping udeh maen grepe-grepean aje, udeh kaya ayam penyet lagi di penyet bagoy. Haha brengsek emang. Okokoke skip.

Selebihnya jaminannya adalah ada pada kualitas bahasa inggris lu. TITIK. Dan gue masih butuh waktu akan perihal ini. But begitulah para bule, di Indonesia mereka benar-benar menjadi freedom. Kebebasan yang hakiki. Mereka bisa apa aja,. Lu bisa ngitung sendiri kan jika 10 ribu Dollar dalam bentuk Rupiah. Orang kaya dadakan cuy. Ya kalo gue jadi bule mungkin gue bakal ngelakuin hal yang sama. Foya-foya.

Haha cieee yang mau jadi bule hahha WTF.

Oke next, So sampailah kita di hari ini. Diluar gerimis hujan belum berhenti. Itu pertanda Bali sedang di landa musim hujan. So kita nikmatin aja gerimis hujan diluar yak. Hehe

Sebagai penutup,. Bagi siapapun yang menyimak teks ini maka harus gue sampein bahwa semua paragraph di atas hanya bacotan semata. Sekedar melatih kosa-kata yang coba gue perbaiki dalam setiap tulisan gue. Oia lu bisa dapetin beberapa tulisan atau opini gue di @mediazine_ versi cetak. Lu bisa catet tanggal terbitnya dan dapetin versi cetaknya. Inget rilis setiap bulan. Baca juga missaticum versi pdf. Setidaknya lu bakal tau kondisi kita, lingkungan lu, dan seberapa miris keadaan dunia saat ini.

So its me, penulis amatir dengan mimpi yang mulai usang.

Canggu, Bali 17 maret 2019

Sebuah Catatan Permulaan bagian 2


Akhirnya hal yang menggelitik itu muncul juga. Rupanya pertanyaan berupa “Kenapa bali cenderung di datangi bule?” Maka ada banyak jawaban yang bervariatif mengenai hal ini. Semisalnya orang Inggris, mereka sengaja datang ke bali karena di Indonesia mereka bisa bebas berkendara roda dua sepuasnya. Menurutnya di Negara asalnya mereka hanya bisa ngebut-ngebutan atau ugal-ugalan di jalan raya hanya bisa menggunakan roda empat. Belum lagi di Negara asalnya ada banyak aturan mendasar yang harus mereka penuhi apabila ingin mengendarai roda dua. Beda lagi dengan bule asal Spanyol. Di Negara asalnya harga rokok Marlboro bisa mencapai 30 Dollar atau dalam Kurs Rupiah bisa mencapai 4 Ratus Ribu Rupiah. Itu artinya, di Bali dia bisa saja menghabiskan beberapa dollar untuk membeli rokok semata. Maka kemudian menjadi wajar apabila bali menjadi tempat tujuan destinasi international. Tentunya ada banyak alasan lain di belakangnya yak. Oke kita lanjut.

Fakta bahwa Bali di dominasi oleh para pendatang dari luar negeri tak bisa di bantahkan. Karena sekali lagi Pulau Dewata menjadi sempurna bagi beberapa bule eropa sebagai tempat pelarian.
Selain wisata alam yang membentang luas, Bali juga menyimpan keunikan lainnya. Yaitu masyarakat adat. Meskipun hanya Islam KTP, Gue tetap terlahir sebagai seorang seorang muslim yang didalamnya telah mengenal Rukun dalam ajaran agama Islam, Sehingga ketika membandingkan dengan keadaan sekitar menjadi tidak mengherankan apabila melihat di sekeliling lingkungan bahwasanya ajaran Hindu pun sama halnya dalam urusan anjuran beribadah. Dan hal ini lah yang kerap kali di praktekan oleh warga sekitar. Baik orang per orangan atau di setiap rumah-rumah atau juga secara berjamaah atau kelompok dengan mendatangi Pura atau tempat beribadahnya. Seringkali juga gue ngeliat masyarakat setempat melakukan ritualnya di sekitar bibi pantai. Yap masyarakat Bali sangat relegius perihal ini, dan bagi gue itu hal yang sangat mengagumkan.

Poin lainnya adalah gue gak butuh waktu lama untuk membedakan mana bule Eropa dan mana bule Ausie. Ada perbedaan yang cukup signifikan apabila diperhatikan secara seksama. Misalkan bule Ausie, mereka cenderung bersikap arogan. Mabok-mabokan dan tidak segan membuat onar di sekitar tempat dia menenggak alcohol. Bahkan lebih parahnya mereka gak segan-segan ribut atau terlibat cekcok dengan warga local.

Fakta ini di perkuat oleh sebuah keberadaan salah satu diskotik ternama di wilayah Canggu yaitu pihak pengelola bahkan memisahkan toiletnya antara toilet Domestic dan yang non Dosmetik. Artinya secara tegas pihak pengelola memisahkan antara warga local dan para wisatawan asing perihal penggunaan toilet. Ajib bukan?? Tentunya hal ini untuk mencegah kesalahpahaman daripada antar pengunjung.

Berbeda dengan para bule dari Eropa. Mereka cenderung tertutup dan terlihat lebih elegan. Sejauh pemantauan gue, kebanyakan dari mereka sengaja datang ke bali untuk rekreasi (LIBURAN). Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa mereka bisa saja tinggal lebih lama di Bali. Semisalnya membawa sanak keluarganya dan tinggal lebih lama ketimbang sekedar hanya liburan semata. Hal ini diperkuat dengan banyaknya beberapa dari mereka yang kemudian memutuskan untuk membuka Usaha di kawasan Pulau Dewata. Baik itu café, restoran, tempat hibruran dan yang lain-lainnya. Entahlah gue perlu survey lebih jauh perihal ini. Wkwkk

Meski mereka bule Eropa cenderung khalem ketimbang bule Ausie mereka tetap aktif jika di ajak berdialog. Tentunya dialog dalam bahasa inggris ye. Kalo yang ini gue udeh nyobain. wkwkwk
Fakta lainnya yang kemungkinan besar tidak di ketahui oleh banyak orang adalah: Sebagian besar tempat hiburan yang telah disebutkan di atas adalah milik orang Asing. Artinya mereka secara Legal memiliki atau menguasai seluruh asset di dalamnya. Meskipun dalam teknisnya ada nama Pribumi sebagai pemilik sahamnya. Mungkin gue pelajari dulu data-datanya kali ye baru kita bahas lagi perihal ini. WKWKKWK.

Oke next. Fakta selanjutnya. Setelah beberapa minggu gue di Bali, akhirnya gue menemukan jawaban baru bahwa mitos “orang sunda yang gak berani merantau akhirnya terpatahkan”. Maklum bray , gue 8 tahun di Bogor dan gue percaya akan mitos itu. Pasalnya ternyata di Bali banyak orang sundanya men. Haha banyak beuud. Apalagi untuk kawasan seperti Canggu ini. Mereka reorang sunda banyak bertebaran dan berprofesi yang bervariasi pula. Hal ini cukup mengejutkan bagi gue. Karena selama ini gue percaya bahwanya orang sunda cenderung untuk diam di kampong halamannya alias tanah sunda.

Bahkan tidak susah untuk menjumpai reorang sunda di daerah ini. Harus gue informasikan pula jika kawasan Canggu tidak berbeda jauh dengan daerah Kuta atapun seminyak. Maklum bagi sebagian orang mengenal Bali hanya dengan Kuta-nya.

Okey kita luruskan. Jika di tarik lurus dari arah timur maka rentetannya seperti berikut: ”kuta-seminyak-canggu”. Adapun sepanjang pesisir pantai ini, lu bisa melihat lalu-lalang para bule setiap harinya. Baik pagi ataupun di sore hari aktivitas para bule seakan-akan tiada hentinya. Entah itu bule Ausie atau juga bule asal Eropa. Tentunya ama tanktopnye ye wkwkwk. Dan yang lebih mengejutkan adalah ternyata banyak reorang Sunda yang mencari hidup atau juga yang berprofesi yang bermacam-macam di kawasan ini. Baik sebagai karyawan, staff manager, atau juga profesi sebagai tour guide, instruktur surfing hingga sebagai tukang Tatto. Kaget aing bagooyy.

Oia ada satu lagi informasi yang  menjadi favorit gue sejauh ini. Ternyata wisatawan Asia gak kalah menarik dengan wisatawan Ausie ataupun Eropa. Bagi gue wisatawan Asia lebih menggairahkan ketimbang bule Eropa ataupun bule Ausie. Mungkin keperawakan mereka seperti orang indo kali ye. Ckckck. Putih bening bak personel cherrybelle. Wkwkwkk.

Sehingga sampai lah ke sebuah titik jika tiap harinya lu bisa liat nenen yang menggelantung ala Eropa ataupun Ausie  ternyata mampu menghilangkan pikiran mesum di otak lu. Yang meski gue sadar jika ini hanya asumsi pribadi tapi lu pada kudu nyobain. Lu gak bakalan konak kalok tiap harinya yang lu liat adalah bikini. Huahaha goblook.

Akan tetapi asumsi tersebut terpatahkan jika pemandangan yang lu lihat adalah lalu lalang  wisatawan Asia. Kesannya mereka lebih eksotis dan menggairahkan dengan tanktopnye. Upss huahaha.

Yoi bagi siapapun membaca kutipan ini silahkan lu datang di Bali dan rasakan sendiri sensasinya. Wahahaa OKe skip. Muehehe.

So hari ini gue ada “Job Kaget” yaitu jadi tour guide dadakan. Ada beberapa bule Eropa asal Jerman yang pengen liat sunset di Pantai Berawa Canggu. Dan gue mendapatkan kesempatan untuk menemani para Tamu dari luar negeri ini. Pajero is coming, buahaha.
Bye boy bye girl. Haha

Canggu, Bali 15 maret 2019.

Sebuah Catatan Permulaan bagian 1


Assalamualaikum wr wb.
Senang rasanya menulis lagi untuk untuk postingan di blogg ini. Hehe. Yap rasanya terlalu formal tiap kali opini yang gue bangun dalam setiap zine yang gue kerjakan karena cenderung di dominasi oleh pemikiran golongan kelompok kiri dan muatannya selalu proaktif dan informative. Belum lagi ujaran propaganda dalam zine yang gue kerjain selalu mewakili diri gue yang rebell and struggle dan cenderung anti kepada system kepemerintahan. Yap pada akhirnya gue memilih golput ketimbang harus terjebak dalam dinamika dan realitas politik yang telah berhasil menciptakan kotak-kotak dalam masyarakat pada umumnya, dan lebih khususnya miris terhadap percekcokan oleh sekelompok elit politik. Entah disadari atau tidak, musim Pilpres akhirnya melahirkan dua kubu yang saling bertentangan dan menciptakan chaos dimana-mana. Dan itu semua terjadi didepan hidung kita, sementara kita gak bisa melakukan apa-apa selain di paksa untuk menyimak. Hoaks cuiihh.

Anyway bukan itu yang pengen gue bahas pada postingan ini. But buat lu yang yang penasaran apa itu zine? Lu bisa follow akun resmi kami di @mediazine_ dan lu akan jumpai sebuah dunia baru yang kemungkinan besar lu belum jumpai sebelumnya. Gue jamin bray, hehe.

So akhirnya sampai pada hari ini dimana gue sedikit memaksa diri untuk menulis sebuah paragraph yang sebenarnya gak penting juga buat lu nyimak. But bukan itu perkaranya. Gue hanya ingin menyalurkan hasrat dan eksistensi di dunia bloggspot setelah beberapa lama gue tinggal Karena harus focus pada zine yang gue kerjain. Sejauh ini missaticum menjadi zine personal dan mediazine menjadi zine kolektif yang pernah gue kerjain. Dan gue cukup puas akan hal itu, meski dari segi nominal gue belum bisa mendapatkan keuntungan apa-apa. Hehe.

Dan inilah episode baru yang harus gue mulai dalam perjalanan panjang ini. “inget paragraph ini hanya bacotan yang gak ada hubungannya ama lu pada”. Yap akhirnya dengan segala keterpaksaan dan kekacauan yang terjadi gue harus meninggalkan kota bogor setelah 8 tahun gue menghabiskan hari-hari di sana. Sedih memang, bagaimana tidak? Bogor adalah satu-satunya kota yang paling nyaman dan yang paling teduh yang pernah gue tinggali.

Pernah suatu ketika temen bertanya:

“Zer, lu tau gak apa yang bikin lu betah di Bogor?”

Seketika gue bingung, BLENGG gue langsung ngebleng. Yang jelas terlalu banyak alasan kenapa gue se-begitu betahnya untuk tinggal di kota Bogor. Sepintas gue berpikir mungkin karena hujan? But bukan itu. Terlalu melankolis jika jawabannya adalah hujan.

Pada akhirnya gue sadar ternyata Lingkungan, serta kebiasaan (Keramahan) orang sunda lah yang membuat gue nyaman disana. Pernah gue berimigrasi ke kota Jogja dan kurang lebih hampir setahun penuh gue hidup disana. Tapi lagi-lagi, gue seolah-olah mendapat panggilan untuk sesegara mungkin kembali ke Bogor. Gue sadar, ada kewajiban yang harus diselesaikan dan itu adalah: Urusan akademik yang sebelumnya telah gue mulai di Bogor. Namun sayang, usaha yang gue lakukan belum maksimal dan gue harus menerima kenyataan bahwa gue gagal dalam kuliah gue. Sebuah kekecewaan yang benar-benar membuat gue frustasi. Hingga hari ini gue masih menyesali kegagalan gue akan hal itu. I hate my self.

Akan tetapi gue gak mau mengisi paragraph ini dengan penyesalan-penyesalan semu yang tiada arti. Kenyataan bahwa gue harus melanjutkan hidup seperti orang-orang pada umumnya harus gue lakuin. Dan hasilnya kini gue mencoba keberuntungan untuk melanjutkan sisa-sisa petualangan gue di kuta BALI. Hail bali salam kenal.

Akhirnya paragraph ini sampai kepada sebuah titik dimana mewakili semua argument gue untuk memulai segala sesuatu yang baru di kuta bali. Suasananya jauh berbeda, tidak seperti apa yang gue alami di bogor. Berbanding terbalik.

Selama di Bogor gue adalah seorang tetuah yang jika berbicara maka itu adalah suara sabda, maka disini gue harus memulai segala sesuatu dari nol. Tidak ada konsekuensi selain gue harus cerdas dalam bersosialisasi dan berinteraksi.

Yap bali adalah pelarian gue berikutnya. Entah sampai kapan gue akan berpetualang disini. Yang jelas hanya Tuhan yang tahu.

Belum banyak yang bisa gue ceritain tentang Bali, akan tetapi sejauh ini gue masih leluasa menyaksikan sunset setiap sorenya secara gratisan. Selain lalu lalang para bule dengan tanktopnya yak. Wkwkwk. Yoi Karena kalo di Bogor gue harus mencari puncak gunung untuk melihat pemandangan seperti ini. Entah ketika dia terbit atau kah ketika dia tenggelam. Butuh sebuah gunung dan tentunya sebuah perjalanan panjang nan melelahkan untuk membayar semua itu. F*cking sunset and sunrise.

Oia sedikit informasi, akhirnya gue khatam untuk wilayah jawabarat. Alhamdulillah kawan serta kerabat lah yang menghantar gue untuk meng-khatam seluruh gunung yang ada di Jawabarat. Tentunya semua demi sunset atau sunrise semata. Terimakasih semesta, meski gue gagal dalam banyak hal tapi gue masih sanggup membuat beberapa hal laiinnya yang mungkin saja orang lain tidak dapat melakukannya.

So bali bantulah gue untuk memulai segala sesuatunya disini. Jika di antara kalian yang mempercayai teori “Semua manusia atau setiap orang mempunyai dua sisi”?? Maka gue setuju dengan kalian.

Yap pernahkah kalian berpikir ketika kalian mampu berbicara dengan diri sendiri?? Bergumam atau bahkan marah dengan diri sendiri?? Yap itu seringkali gue rasakan. Dan tentunya kalian semua pernah mengalaminya. Hanya saja muatannya berbeda, karena kemudian ada yang menyadarinya dan lebih banyak yang tidak menyadarinya.

So gue harap sisi lain dari tubuh ini bisa melanjutkan petualangan gue selama disini, gue hanya mampu berharap pada diri sendiri. Dan tentunya kepada semesta di bali. “Aku berharap aku bisa tetap berjuang”. Life is struggle.

Bali 13 maret 2019, canggu, Bali.