Sebuah Catatan Permulaan bagian 12


                Okey kita mulai dengan mengucapkan “Happy International Weed Day” 20 April 2019. Sebuah peringatan hari besar skala Global perihal tanaman Ganja dan kegunaannya. Awalnya secara personal bahasan mengenai tanaman ganja adalah sesuatu yang menakutkan karena dapat mengakibatkan sebuah kefatalan, mengingat track record gue sebagai pemakai aktif. Dan alasan lainnya tentu karena UUD 1945 telah mengatur tentang tindak criminal baik pemakai maupun pengedar perihal penyalahgunaan Narkotika jenis Ganja. Dan itu cukup menjadi alasan kenapa Ganja menjadi sesuatu yang sakral. Baik dalam penggunaannya maupun ketika membicarakan keberadaannya diruang public. Apalagi dari segi bisnis di pasar gelap, Ganja selalu berkoneksi antara satu dan yang lainnya. Sehingga menjadi suatu keharusan dalam menjaga kerahasiaan serta pemeliharaan daripada jalur peredaran antar inter-koneksinya.

Sejauh ini gue bahkan berani berdebat akan jenis-jenis Ganja dan efek samping yang dapat ditimbulkan olehnya. Dari sekian banyak Ganja yang beredar di pasar gelap, ada beberapa jenis yang kemudian menjadi favorit di kalangan para pengguna. Dari tingkat ke-High-annya sampai kepada berapa lama durasi sesorang berada dalam pengaruh akibat asap yang ditimbulkannya (Celeng). Asalkan kalian tahu Ganja tidak membahayakan secara fisik, apalagi menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital didalam tubuh. Berbanding terbalik dengan apa yang seringkali di kampanyekan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional). Meski begitu hal ini tidak layak untuk di perdebatkan dalam paragraph ini.

Bukan tanpa alasan kenapa gue se-begitu betahnya berada dikota Bogor. Dan nampaknya catatan ini mulai menampakan identitasnya bahwa ini adalah sebuah salinan pengakuan selama perjalanan ini berlangsung. Dan gue cukup sadar untuk melakukan ini selama nafas masih menderu dengan liar.

Okey kita kembali ke kota Bogor. Di akhir tahun 2010 gue memutuskan untuk melanjutkan studi (kuliah) di kota Bogor, seperti yang gue ceritakan pada bab awal ketika catatan ini dimulai. Tahun 2011 akhirnya gue tercatat sebagai mahasiswa aktif di salah satu Universitas Swasta ternama dikota Bogor. Singkat cerita, rupanya gue cukup gesit untuk berbaur dan beradaptasi. Sehingga untuk mendapatkan kawan baru bukanlah hal yang rumit untuk gue lakuin. Factor ini juga lah yang kemudian mengantar gue untuk mengenal jenis-jenis Ganja di pasar gelap dalam ruang lingkup mahasiswa serta Jalur peredarannya. Baik dari pemakai, pengedar, atau juga siapa yang menjadi pemakai sekaligus pengedar. Tentunya gue butuh waktu hampir 2 sampai 3 tahun untuk memahami dan mempelajari serta mengantisipasi dari bahaya yang di akibatkan jika berani menggauli Ganja. Baik dari sisi pemakai maupun sebagai pengedar (Bisnis).

Singkat cerita, suatu ketika temen sekamar gue berujar.

“Zer, lu mau bisnis gak?”

Tanpa pikir panjang gue bilang hayuuu. “Emang bisnis apaaan?”

“Jangan banyak nanya ikut ajah, nanti juga lu tau”. Ungkap temen gua.

Selang beberapa saat kemudian handphone temen gue berdering dengan kencang. Tanpa ada pertanyaan yang keluar dari mulut gue, kami pun meluncur pergi setelah temen gue mengangguk-ngangguk pertanda mengerti akan instruksi dari ujung telephone.

Beberapa saat kemudian, tibalah kami di sebuah perempatan jalan protocol kota Bogor. Dari ujung jalan terlihat beberapa toko bunga. Di ujung yang lain nampak deretan toko ikan yang bersebelahan dengan sebuah rumah makan padang. Dalam hitungan menit semenjak kedatangan kami, tiba-tiba temen gue memberi intruksi setelah membaca messagge yang masuk:

“Zer lu disini ajah, biar gua yang samper”. Ucapnya.

Gue pun menganggukan kepala pertanda setuju.

Tidak jauh dari tempat gue memarkir motor, temen gue berjalan menuju tong sampah yang berada di sisi jalan lainnya. Karena posisinya yang berseberangan, gue gak bisa melihat dengan jelas siapa yang ia temui. Di lain sisi gue ngikutin apa kata temen gue tentunya. Yaitu gue kudu nunggu dimari.

Selang beberapa saat, temen gue kembali dan tanpa basa-basi langsung menancapkan gas kemudiaan melaju pergi. Setibanya dikossan ia langsung memberi kode, seolah-olah menyalahkan lampu hijau tanda bahwa ia akan memberitahukan sesuatu. Sepintas, ia sudah tahu apa yang akan gue tanyakan perihal lalu-lalang barusan yang gua bdua kerjakan.

“Tadi siapa moy?”

“Itu mah partner, Nih ambil duit,”

Terlihat beberapa lembar pecahan lima puluh ribuan.

“Oia ini lu mau nyobain gak?” Tanya si amoy.

“Apaan ini?”.

Tampak beberapa linting dalam bungkus rokok yang sepintas terlihat seperti pocong dalam ukuran mini.

“Udeh isep aja, kek ngeroko tapi asapnye jangan di buang”. Jelas dia sekali lagi.

“Gak brasa apa-apa”. Kata gue lagi.

“Iyye tunggu aje, nanti juga naik”.

Tak butuh waktu lama. Kami bdua pun terhanyut dalam tawa dengan mata yang memerah. Yap semua pocong mini itu gue bakar tanpa ada sisa sama sekali.

Gue bahkan gak menanyakan perihal dari mana dan dari siapa ia mendapatkan barang ini. Yang jelas barang ini hampir selalu ada setiap harinya. Sementara itu, di sisi lain gue telah terhanyut dan keasyikan dengan fantasi yang di sebabkan gulungan mini yang meyerupai pocong itu. Dan hal ini pun berlangsung selama beberapa tahun secara terus menerus.

Di tahun berikutnya, tepatnya di awal tahun 2014 gue memutuskan untuk meninggalkan kota Bogor dan menuju kota Yogyakarta. Ada alasan lain yang menyebabkan gue harus mengambil cuti lalu bergegas ke Jogja. Dan sepertinya, bahasan ini akan kita bahas pada bab lainnya. Oke next.

Meski begitu, ini adalah permulaan lainnya dimana gue yang sebelumnya hanya sekedar pemakai kini menjadi seorang pengedar. Tentunya hal ini berlangsung ketika gue sudah memutuskan untuk tinggal lebih lama di Yogyakarta.

Ada beberapa alasan yang mendasar kenapa gue berani melakukan hal ini. Pertama, Ganja (cannabies) sangat jarang untuk di temui di kota jogja. Kedua, pemakainya banyak. Ketiga, keuntungannya bisa 2x lipat jika di bandingkan dengan keberadaannya di Bogor. Keempat, jogja bisa dikategorikan tempat yang aman atau safety untuk berbisnis Ganja (jual-beli).  Dan yang terakhir, hal ini harus gue lakukan dengan tujuan bertahan hidup (Survival).

Lalu pertanyaannya darimana gue mendapatkan stoCk Ganja?? Ya tentunya dari Bogor. Dan semua itu gue lakukan seorang diri yaitu: Melakukan perjalanan antar Bogor-Yogya setiap bulannya.
Perlu diketahui ada beberapa jalur aman untuk menghindari pemeriksaan baik polisi ataupun penegak hukum lainnya. Tentunya ini diluar jalur penerbangan (Pesawat) ataupun jalur darat (Kereta Api). Meski begitu hal ini tidak pantas untuk di bahas dalam paragraph ini. Okey kita next.

Akhirnya jogja menjadi puncak dimana gue bisa dengan leluasa mengendalikan baik sebagai pemakai maupun sebagai pengedar. Di lain sisi, muncul sebuah gerakan Legalitas Ganja yang cukup menghebohkan media pada saat itu. Tentunya pro kontra pun tak bisa dihindarkan. Dalam waktu yang bersamaan pula, Ganja kemudian dinyatakan sebagai solusi alternative dari sisi medis. Meski belum ada pengakuan secara resmi dari pihak pemerintah, Gerakan Legalisasi Ganja tetap mengobar dan berhasil memberikan edukasi terhadap masyarakan umum, lebih khususnya kepada para pegiat Ganja. Kelompok yang mengatasnamakan Lingkar Ganja Nusantara (LGN) sebenarnya bukan organisasi ataupun gerakan yang baru. Mengingat salah satu senior gue dikampus dulunya pernah terdaftar sebagai anggota aktif dari gerakan ini. Sehingga ketika gerakan ini berhasil menyedot perhatian public baik masyarakat awam maupun dari kalangan elit dari tatanan kepemerintahan gue tetap berdiri di posisi yang berseberangan.

                Pada intinya perjuangan Legalisasi Ganja harus di dukung secara sporadis apalagi dari kalangan terpelajar seperti golongan daripada Mahasiswa. Artinya edukasi perihal tanaman Ganja memang sudah seharusnya menjadi agenda yang di sebarluaskan dalam menanggapi perspektif masyarakat awam terhadap tanaman Ganja. Apalagi belakangan solusi yang di tawarkan dari ganja sangat bervariasi. Dari serat-seratnya, akar, batang bahkan sampai kepada daun-daunnya mempunyai kegunaan dan fungsinya masing-masing.

Berangkat dari pemahaman personal, gue akhirnya setuju jika Ganja (Cannabies) mempunyai hubungan erat dengan keberlangungan kehidupan bermasyarakat. Tentunya hal ini sudah di bahas berulang kali oleh gerakan LGN Indonesia di setiap kesempatan. Baik dari seminar maupun diskusi juga lewat media-media antimainstream yang ada. Hingga sampailah kita pada hari ini, fakta bahwa Organisasi LGN mulai menemukan titik terang dari perjuangannya selama 10 tahun kebelakang patut untuk diperhitungkan. Selamat “KALIAN LUAR BIASA”. Yap apapun itu Ganja bukan Narkotika. Meski begitu gue tak cukup pantas untuk menjadi bagian dari ini. So kita skip ae.

Kembali ke Yogyakarta, semua berjalan lancar tanpa ada Kendala berarti. Pernah suatu ketika stok di jogja mulai menipis dan gue harus kembali ke Bogor demi keberlangsungan bisnis yang telah gue rintis. Wanjaaayy.

Sekembalinya dari Yogyakarta, sistuasi di Bogor makin menggila. Peredaran Ganja di lingkungan kampus seolah tak mengenal jalur. Kata orang Bogor mah “mainnya jorok”.  Dan situasi ini harus gue hadapi di samping banyaknya kawan-kawan gue yang merintis bisnis yang sama. Jadi kalo boleh gua kasitau mah Ganja di bogor terlalu banyak. Ampe tumpeh-tumpeh njing. WTF gak??

Belakangan gue baru menyadari bahwa ternyata kampus gue adalah satu-satunya kampus yang menjadi Prioritas dari BNN dalam pemberantasan Narkotika jenis Ganja. Hal ini terbukti dengan seringnya terjadi penangkapan oleh BNN terhadap mahasiswa di lingkungan kampus. Bahkan para penegak hukum tidak segan-segan masuk dalam wilayah kampus untuk mengeksekusi atau menangkap target operasi yang telah mereka kantongi nama per nama-nya. Sebuah pemandangan yang bertolak belakang dengan atmosfir dan dinamika dunia pendidikan tentunya. Lebih sadisnya, pihak kampus telah bekerja sama dengan pihak penegak hukum. Bayangkan, aparatur kampus bekerja sama dengan polisi lalu menangkap mahasiswanya!? Anjing gak tuh!?

Yang lebih memuakkan lagi adalah setiap kali kejadian atau penangkapan, tidak sekalipun media yang meyoroti kasus penangkapan yang terjadi. Padahal kejadian seperti ini bahkan berulang kali hampir setiap bulannya. Usut demi usut ternyata pihak kampus telah meredam dan mengantisipasi akan kebocoran informasi semacam ini. Singkatnya “Lempar batu sembunyi tangan”. Yap kampus tidak akan mengambil resiko untuk pencemaran nama baik jika kemudian di soroti oleh media. Saik gak tuh!?

Yap secara personal gue punya kecenderungan yang bertolak belakang dengan semua kebijakan yang pernah kampus terapkan. Universitas akhirnya menjadi ladang bisnis daripada beberapa kelompok tertentu yang menjabat di structural universitas. Biaya kuliah yang naik setiap tahunnya, baik SSP, maupun SKS. Sampai kepada proyek pembangunan yang terus menerus dengan kedok perbaikan infrastruktur oleh beberapa kelompok yang mempunyai kuasa dan posisi di ranah universitas. Akan tetapi hal ini akan melebar jauh jika pembahasannya tetap berlanjut. Dan gue ga punya wewenang untuk menyatakan adanya tindak Korupsi diwilayah kampus ini. So sekali lagi kita skip.
Okeh di tengah maruknya pasar gelap perihal peredaran Ganja di Bogor, beberapa kejadian penangkapan oleh penegak hukum terhadap kawan-kawan sekitar membuat gue untuk berpikir 2x dalam melanjutkan bisnis yang telah gue rintis di Yogyakarta.

Ada beberapa cara yang akan gue paparkan perihal bagaimana caranya untuk mendapatkan Ganja untuk wilayah Bogor dan sekitarnya.

Pertama, dengan cara adu benteng. Ini hanyalah sebuah istilah dimana, lu menjalin komunikasi dengan seseorang yang lu gak kenal sebelumnya. Hanya mengandalkan telephone genggam untuk saling percaya dan mempercayai. Untuk masalah pembayaran, semuanya menggunakan system transfer. Istilah populernya “ada uang ada barang”. Transaksi semacam ini biasanya di lakukan di tempat terbuka atau jalanan umum, sehingga cara seperti ini paling beresiko. Karena bisa saja orang yang akan lu temui adalah seorang Polisi yang sedang menyamar. Serem kan?

Kedua, dengan cara antar jemput. Nah untuk jenis transaksi seperti ini bisa di katakan lebih aman atau (Safety). Jadi lu hanya menjemput barang sesuai tempat yang telah dijanjikan. Lagi-lagi transaksi semacam ini mengandalkan intruksi lewat telephone genggam.  Bedanya intruksi yang lu terima adalah dari orang yang telah lu kenal (Partner Bisnis) yang sudah tentu dapat di percaya. Biasanya barang (Ganja) telah di letakan di pinggiran trotoar, ataupun biasa di letakan di dekat tong sampah. Sejauh pengalaman gue, gue lebih sering mengambil barang di dekat tong sampah. Akan tetapi transaksi semacam ini tetap meninggalkan resiko yang sama. Bayangkan lu sedang di awasi oleh Polisi di ujung jalan lainnya. Tentunya lu baru akan di tangkap atau di ciduk ketika posisi lu sedang memegang atau membawa barang bukti yang tentunya adalah Ganja siap edar.

Dan yang ketiga, System orang ketiga. Cara seperti ini yang paling sering gue terapkan, pasalnya lu hanya tinggal menyiapkan uang kontan sesuai harga yang beredar di pasaran. Bahkan cara seperti ini lebih aman dan safety di bandingkan dua cara diatas. Transaksi semacam ini tentunya tidak berurusan dengan Bandar utama atau lebih tepatnya lu hanya berurusan dengan orang kedua. Tentunya cara ini terhindar dari intruksi lewat telephone dan yang lainnya. Jadi lu tinggal duduk manis dan di samperin atau istilahnya system delivery. Yoi kan!?? Su mantip su ngenah suruh pulang. Ckckckck.

Meski penerapan di lapangan akan berbeda, namun ketiga cara di atas selalu berkaitan dengan orang ketiga. Orang ketiga yang dimaksud disini adalah Bandar. Dan dari semua kasus yang pernah gue alami, rata-rata Bandar Narkoba jenis Ganja dikendalikan dari balik lapas atau bisa disebut dari dalam sel. Meski begitu sampai sekarang gue bahkan belum bisa membedakan mana Bandar sesungguhnya dan mana Bandar yang ecek-ecek sih. Wwkwkk. Karena semuanya butuh duit bro.
Sampai tulisan ini dimuat gue telah meninggalkan semua jejak di atas. Ada banyak alasan tentunya kenapa gue harus meninggalkan dunia gue dengan Ganja. Pertama, banyak dari kawan-kawan gue yang kemudian berakhir di penjara. Kedua, bisnis Ganja tak lagi menjanjikan bahkan UUD Narkotika terbaru me-nomer satukan Ganja sebagai Narkotika golongan satu. Ketiga, sudah saatnya untuk berubah. Dan tentunya butuh adaptasi baru untuk memulai permulaan ini.

Gue sadar klaim seperti ini tidak selayaknya untuk di sebarluaskan. Tapi gue percaya, bahwa sudah saatnya kita untuk kembali menanam apa yang seharusnya di tanam. Dan itu adalah tanaman Ganja. Bukankah sebagian besar dari kita adalah para petani? Bayangkan jika Negara mendukung dan mem-fasilitasi para petani Ganja. Yap gue tentunya akan dengan senang hati menjadi seorang petani seperti apa yang pernah nenek moyang gue ceritakan. Buruh-tani-nelayan adalah identitas kita sebagai orang Indonesia. Panjang Umur Pejuangan.

Sebagai penutup, kenapa orang miskin di larang mabuk, Sementara orang kaya di perbolehkan? Oplosan dilarang tapi minuman impor boleh di perjual belikan. Kebun Ganja di musnahkan sementara Negara tetangga membudidayakannya. Banyak orang di perbolehkan menenggak alcohol tapi kenapa segelincir orang di tangkap hanya karena menanam Ganja.

Benar-benar paragraph yang membingungkan, Indonesia dan birokrasi yang terbalik.  Sampai jumpa di esok hari.

BYE boy bye girl.

Canggu, Bali 21 April 2019.

Sebuah Catatan Permulaan bagian 11


                Baru-baru ini gue dapet mention dari mantan dosen yang dulunya pernah menjabat sebagai wakil rektor bidang kemahasiswaan. Sebuah jabatan serta posisi yang strategis tentunya di ranah structural universitas. Dari karakteristik dan kepribadian, beliau memang cukup akrab dan selalu berbaur dengan para mahasiswanya. Sosoknya yang elegan dan kharismatik membuat para mahasiswanya tidak segan untuk sekedar menyapa ataupun sekedar bercanda-ria. Yap beliau memang terkenal dengan keramahan dan punya jiwa humoris yang tinggi. Sehingga tidak mengerankan jika kebanyakan mahasiswa mengenalnya dengan sangat baik. Tentunya dari sekian banyak nama yang akrab dengan beliau, ada nama gue disana.

Singkat cerita, beliau juga merupakan tenaga pengajar di salah satu jurusan dimana jurusan yang dimaksud adalah tempat gue mengambil ke-profesian gue, yaitu Teknik Elektro. Cara mengajarnya pun bahkan sangat berbeda jika di bandingkan dengan seluruh tenaga pengajar (dosen) yang ada dijurusan. Maklum hampir semua mata pelajaran perihal elektro atau kelistrikan sarat dengan muatan hitung menghitung. Dari Fisika Dasar, Kalkulus, Matematika Teknik (Matek), Sistem Linear, Ekonomi Teknik (Ekotek), Rangkaian Listrik (Ralis), Elektronika Daya (Ed), Rangkaian Logika (Ralog), Sistem Distribusi, Sistem Transmisi, dan masih banyak lagi mata kuliah yang benar-benar membosankan dengan semua hitung-hitungan serta rumus-rumus yang harus di hafal.

Oleh karenanya sosok beliau menjadi pembeda dikemudian hari karena metode dan cara beliau menyampaikan materi pada mata kuliahnya. Jika kebanyakan dari tenaga pengajar lain cenderung monoton dan membosankan maka tidak dengan mata kuliah beliau. Beliau selalu mengisi materi dengan jook-jook lelucon yang endingnya mengocok isi perut. Sambil menampilkan beberapa band rock and roll lawas di layar proyektor. Sembari menceritakan masa mudanya menjadi mahasiswa yang idealis, beliau kemudian menyelipkan beberapa materi kuliah dalam setiap cerita yang di bangun selama jam perkuliahan berlangsung. Sehingga sebagian dari kami yang notabene mahasiswanya selalu di giring kedalam alur cerita yang beliau bangun. Tanpa kami sadari pula, beliau menyertakan bab demi bab dari materi kuliah dalam mata kuliah yang beliau berikan. Salah satu statement legendaris yang pernah beliau ucapkan adalah:

“Gua gak bisa ngajarin kalian jika buku panduan yang gua pegang isinya cuman bahasa inggris dan angka-angka serta rumus yang gua jamin kalian semua gada yang ngerti”. 

Pada akhirnya sebuah kesimpulan yang bisa gue ambil adalah Ternyata beliau menyesuaikan keadaan dengan kondisi daripada para mahasiswanya. Yaitu penyesuaian pada Porsi dan Prioritas. Sehingga di butuhkan sebuah metode agar mengatasi permasalahan tersebut. Dan tentunya beliau cukup cerdik dan cerdas dalam menyiasati problem tersebut.

Dan hal inilah yang membedakan sosok beliau dengan tenaga pengajar lainnya. Jika mata kuliah lainnya kami diharuskan mencatat semua angka-angka di papan tulis, mengerjakan soal, lalu mendengarkan penjelasan perihal hasil perkalian, pembagian dan lain lain. Maka pemandangan akan berbeda dan berubah drastis jika berada dalam kelas beliau, 360 derajat.

Pernah suatu ketika gue kesiangan, Tanpa pikir panjang dan dengan sedikit keberanian gue tetap menghampiri kelas dimana beliau sedang mengajar , Sementara itu perkuliahan telah berlangsung selama satu jam.

“Assalamualakum, selamat pagi pak”. Ucap gue.

Sontak seisi kelas pun kaget dan semua mata tertuju kearah gue.

“waalaikumsalam, sahut beliau”.

“kamu kenapa terlambat?”

“kesiangan pak”

“iya kenapa kesiangan”?

“semalam begadang nonton bola pak”. Sahut gue sambil menggaruk kepala.

“kamu coba sini”. Panggil beliau.

Tatapannya yang tajam membuat gue jadi grogi. Meski begitu gue dapat mengatasinya dengan berpura-pura bertingkah layaknya seorang yang gak bersalah. Wkwkwk.

“coba buka tas kamu” kembali beliau berucap.

Dengan sigap gue pun membuka tas dan mengeluarkan buku binder. Satu-satunya barang yang sering gue bawa kemana-mana.

Beliau pun hanya melihat sambil mengangguk-ngangguk kepalanya. Seolah-olah menerjemahkan sesuatu.

“celana kamu kenapa robek-robek?” kembali beliau bertanya.

“gaya anak muda pak”. Sahut gue pelan.

Dengan dahi yang mengkerut beliau kembali bertanya.

“jadi kamu yang namanya Pajero”?

Tanpa bersuara gue meng-iya-kan pertanyaan beliau.

Tiba-tiba saja beliau kemudian merogoh kocek lalu mengeluarkan dompet dari saku belakangnya.

“ini ambil duit, jahit celana kamu dan beli perlengkapan kuliah kamu. Lihat temen-temen kamu peralatannya lengkap”.

Seketika seisi kelas pun pecah dengan ketawa yang nyaring pada pagi itu. Hahaha temen-temen gue aja pada kaget apalagi gue!? Hahaha.

Dan begitulah sosok beliau. Ramah, humoris dan legendaris. Yap semenjak kejadian itu gue tidak segan lagi dan bahkan seringkali gue pintain duit ketika bertemu. Maklum gue hanya beberapa semester mendapatkan kesempatan untuk bertatap muka dengan beliau.

Hingga beberapa hari kemarin sebuah pemberitahuan di handphone pertanda mention yang masuk dari beliau. 

“Ekonomi teknik, statistik nggak lulus-lulus. Di remed juga nggak lulus-lulus. Ujung-ujungnya putus asa. Lama-lama DO. Lawan dekan berani, lawan rektor berani, lawan presiden pun berani. Masa lawan masa depan blee”? Lemaaah. Ucap beliau dalam statmentnya

Alarm sudah berbunyi menandakan pukul 05.00 wita. Sudah saatnya untuk beranjak kepantai, menunggu yang akan terbenam, menanti yang akan tenggelam. Sebuah rutinitas dan seolah-olah menjadi ritual keseharian yang gak bisa di abaikan. Sunset, pliss waiting me.

Sampai jumpa di malam hari kawan. Bye boy BYE girl.

Canggu, Bali 20 April 2019.

Sebuah Catatan Permulaan bagian 10


                Dan ketika ujian sudah terlewati maka pujian yang kau tuai. Itu adalah perspektif yang menyimpang. Yap gue cuman khawatir aja, tanpa disadari kita adalah golongan orang-orang yang di penuhi rasa angkuh, hanya karena berhasil melewati beberapa cobaan yang melintas.

So apakabar kawan-kawan? Beberapa hari ini gue bahkan ga berani untuk menyentuh laptop. Terhitung seminggu penuh ini gue seolah-olah kehilangan keberanian untuk melanjutkan catatan ini. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan apa yang gue rencanakan sebelumnya. Yaitu: Apapun yang terjadi gue harus menyempatkan diri untuk menyalin segala sesuatu agar catatan ini terus berkelanjutan. Rupanya mencatat segala sesuatu yang gue maksud tak semudah seperti apa yang gue pikirkan dan gue rencanakan sebelumnya. Gue bahkan bingung dan seolah hilang arah untuk menggambarkan keberadaan gue dalam salinan ini. Terutama selama seminggu ini.

Sempat beberapa hari lalu gue coba untuk menulis ketika mood sedang bagus. Lalu  tiba-tiba saja kepala gue brasa panas, kringat dingin bercucuran, dan mata menjadi lembab. Gue masih memaksa diri untuk tetap melanjutkan pargraph demi paragraph hingga akhirnya gue menyerah dan men-delete semua paragraph yang telah menyebabkan ketidaknyamanan itu. kata temen gue mah “Ngapain lu bikin salinan kalok lu cuman menyiksa diri?” wkwkwkk.

Yoi gue setuju apa kata temen gue. Pada akhirnya menulis adalah sebuah kesenangan. Bentuk ekspresi yang sudah seharusnya membuat siapapun untuk menikmati apa yang ia tulis. Bukan pula sebuah paksaan terhadap diri agar keinginannya terpenuhi. Bagi gue ada dua kemungkinan yang bisa membuat seseorang agar tetap menulis. Yaitu perasaan suka dan perasaan duka. Sehingga jika gue harus menulis dalam keterpaksaan maka jelas gue tidak bisa menikmati apa yang akan gue tulis. So disinilah kita, kembali kepada aktivitas dan keseharian seperti roda mesin yang menderu tiada henti.

Suasana pantai Berawa hari ini agak berbeda seperti biasanya. Pemandangan lalu lalang para wisatawan mancanegara serta para instruktur surving bahkan tidak terlihat sama sekali. Rupanya cuaca hari ini sedang tidak bersahabat. Angin kencang dan ombak besar yang tak beraturan menyebabkan para peselancar tidak bisa memainkan papannya menyusuri ombak raksasa seperti hari-hari biasanya. Hanya terlihat beberapa wanita Asia yang sibuk berswafoto sambil memainkan air laut sesisa hempasan ombak yang menghampiri.

Hingga catatan ini dimuat gue hampir tidak pernah alpha untuk datang ke pantai ini setiap harinya. Yap Berawa namanya. Lokasi ini berada di jalan Pantai Berawa, Desa Tibuneneng, Kecamatan Kuta Utara. Perlu gue informasikan bahwa disinilah sunset terbaik yang bisa kalian temui. Jika di sore hari maka sepanjang bibir pantai di penuhi oleh para wisatawan. Baik mancanegara maupun wisatawan lokal. Dari sisi aktivitasnya pun sangat bervariatif. Ada yang ber-santai ria, ada yang berolahraga ringan, ada pula yang sibuk menjual pernak pernik khas Bali.

Di pantai ini pula berdiri sebuah restoran megah sepanjang pesisir pantai canggu. Finns Beach Club. Pavilium bambu terbuka yang menyediakan menu international, bar kolam untuk melihat matahari terbenam dengan ke-eksotisannya. Dari penuturan temen gue yang bekerja disana, fasilitas yang disediakan oleh Finns Beach Club antara lain 6 bar, Live Music, Restaurant, Ruang Ganti, Wifi, Atm, dan Retall shop. Yang paling menarik adalah Finns Beach Club menyediakan fasilitas tempat bermain night surfing di Bali. Hal ini bisa terlihat jelas dengan adanya beberapa lampu Led raksasa yang di pasang di sepanjang pelataran tempat itu.

Pada intinya adalah untuk kesekian kalinya gue menemukan jawaban selanjutnya kenapa Bali menjadi destinasi international. Seperti pada ulasan sebelumnya perihal variasi alasan kenapa para bule sangat tertarik untuk datang kesini. Maka alasan selanjutnya adalah mereka sengaja datang untuk bermain surfing. Yoi Bali sebelumnya sudah terkenal di mata dunia dengan ombak-ombak raksasanya. Tempat yang sempurna untuk para peselancar dunia. Tentunya bagi gue ini adalah pemandangan baru ketika melihat para pesalancar sibuk memainkan papannya. Semakin kecil diameter papan selancar maka semakin Pro seseorang yang memainkan papan tersebut. Magic gan.
Meski begitu pantai lainnya seperti Uluwatu yang lebih terkenal akan ombak-ombak raksasanya. Bahkan pantai uluwatu adalah salah satu tempat yang menjadi penyelenggaraan surving skala international. Gue sendiri sih belon sanggup buat beli papan selancar, apalagi jadi atlet. Wkwkwkk.

Matahari sudah tenggelam dan hari mulai gelap. Sudah saatnya untuk beranjak pulang. Sampai jumpa di esok hari tentunya.

Oia guys Pemilu telah selesai tapi polemic masih tetap berlanjut. Kemarin gue masih sempet menulis sebuah status kurang lebihnya seperti berikut: “Bukan orientasi GOLPUT yang kita bicarakan hari ini, tapi bagi gue ini adalah langkah maju, baik yang pro ataupun yang kontra. Karena sudah sewajarnya bahasan seperti ini yang hadir dalam pembicaraan kita. Bukan lagi viralisasi dari kasus #SaveAudry yang mengecoh sejagad raya, ataupun unggahan grebek rumah dan pura-pura menjadi gembel lalu masuk TV dan sebagainya. Pada intinya golput atau tidak memilih bukanlah sebuah solusi alternative, akan tetapi keputusan untuk tidak memilih adalah sebuah pilihan beradab. Terlepas dari hak dan tanggungjawab kita sebagai masyarakat yang telah di atur dalam UUD 1945. Kenyataannya jika kemudian golput adalah sebuah tindakan criminal maka pertanyaannya adalah dimanakah tanggungjawab Negara terhadap masyarakat!? Bagi gue jawabannya sudah kawan-kawan ketahui bersama. Pada dasarnya Negara dan segala system pendukungnya adalah bentuk kediktatoran legal yang harus dimusnahkan. Dan itu sudah terbukti jika kawan-kawan memperhatikannya secara seksama. Kesenjangan sosial dan sejuta contoh kasus sesudahnya cukup untuk menyudahi teaterikal dan adu citra ini. Yap seperti yang seringkali gue sampaikan. Bahwa gue tetap memilih untuk tidak memilih dari kedua kandidat President yang telah mencalonkan dirinya.

Lalu apa yang terjadi dengan status itu? seketika kolom komentar di penuhi dengan komentar-komentar dari beberapa golongan kelingking ungu. Golongan-golongan ini tentu sebelumnya saling ribut satu sama yang lainnya demi membela calon Presiden kebanggaannya. Tapi atmosfir itu berubah ketika golongan ketiga muncul. Mereka lalu bersatu kemudian beramai-ramai menyerang golongan ketiga. Sebuah pemandangan yang tentunya riskan untuk di bahas. Politic the f*cking bulshit.

Semoga aje kalian-kalian yang waras tetep kondusif. Ckckckk.

Good bye boy, good bye girl.


Canggu, Bali 19-04-2019.

Sebuah Catatan Permulaan bagian 9


Intro: Dongeng Sebelum Tidur

                Dalam Kitab Kejadian, firman kreatif pertama dari Tuhan adalah: “jadilah terang.” Dalam komentar Zohar atas Kejadian (disebut  Bereshit dalam bahasa Ibrani, berdasarkan kata pembukaannya: “pada mulanya”) “nyala gelap” ini merupakan sefirah pertama: Kether Elyon, Mahkota Agung Tuhan. Ia tidak berwarna atau berbentuk: kabbalis lain lebih suka menyebutnya Tiada (ayin). Bentuk ketuhanan tertinggi yang bisa dikonsepsikan oleh manusia disamakan dengan ketiadaan karena ia tak bisa diperbandingkan dengan sesuatu yang ada. Oleh karena itu, semua sefiroth lahir dari Rahim ketiadaan. Inilah tafsiran mistikal terhadap doktrin tradisional tentang penciptaan ex nihilo. Proses ekspresi diri Tuhan terus berlanjut seperti pancaran cahaya, yang menyebar ke wilayah yang semakin meluas. 

Zohar menyatakan lagi:

Namun, ketika nyala ini mulai memiliki ukuran dan keluasan, ia menghasilkan warna-warna yang cerah. Sebab pada inti terdalamnya muncul sumber yang melimpahkan nyala ke segala yang ada di bawahnya, tersembunyi dalam rahasia misterius En Sof. Sumber itu menembus, namun tidak seluruhnya tertembus, aura abadi yang mengelilinginya. Semuanya bisa diketahui sepenuhnya hingga di bawah terobosan itu, sebuah titik di langit bersinar terang. Di luar titik ini tak lagi yang bisa diketahui atau dipahami, dan ia disebut bereshit, Permulaan: firman pertama dari penciptaan.

Yang dimaksud dengan “titik” di sini adalah Hokmah (kebijaksanaan), yaitu sefirah kedua yang mengandung bentuk ideal dari semua yang tercipta. Titik itu berkembang menjadi sebuah istana atau bangunan, yang kemudian menjadi Binah (akal), sefirah ketiga. Ketiga sefiroth tertinggi ini mewakili keterbatasan pemahaman manusia. Kaum kabbalis mengatakan bahwa Tuhan ada di dalam Binah sebagai “Siapa?” (Mi) yang agung, yang menjadi awal setiap pertanyaan. Namun, tak mungkin mendapatkan sebuah jawaban. Meskipun En Sof secara perlahan menyesuaikan Dirinya ke dalam keterbatasan manusia, kita tetap saja tidak bisa mengetahui “Siapa” itu: semakin tinggi kita naik,”DIA” pun semakin diselimuti kegelapan dan misteri.

Sumber:"TUHAN KAUM MISTIK"

Denpasar, Bali 12 april 2019.

Sebuah Catatan Permulaan bagian 8


Dek sekarang kamu dimana? Masih di bali? Ini kali kedua aku mergokin ibu menangis selepas sholat subuh. Tadi pagi aku coba buat nanyain ke si ibu,. Ibu bilang dia keinget ama kamu dek,. Ibu juga bilang kamu sebaiknya pulang dulu kerumah,. Liat si ibu sekalian liat si kembar. Ibu bahkan udah gak berangkat ke pasar belakangan ini,. Ibu bilang kamu gausah lagi mikir yang macam-macam, apalagi mikirin beban. Jadi gada alasan lagi buat kamu untuk ga pulang. Gimana dek? Kamu pulang aja dulu puasa kali ini,. Ibu mulai khawatir ama keadaan kamu dek,. Kamu mikir baik-baik aja dulu,. Kamu tinggal ngabarin kakak ajah kalo udah berubah pikiran.

Bommms,. Hari ini gue dikagetin ama sebuah pesan masuk dari kakak gue yang nomer satu. Kakak perempuan gue yang paling cerewet sekaligus yang paling judes. Dia menjadi nomer satu dan gue kebagian nomer empat. Meskipun dia udeh berkeluarga, dia masih tetep tinggal bareng di rumah. Ya semua karena ibu. Dari dulu ibu emang punya sifat yang cenderung gamau jauh-jauh dari anaknya. Dan gue sangat menyadari hal itu sedari kecil.

Mungkin karena pengaruh pemikiran orang zaman dulu,. Gue menyaksikan sendiri gimana keukeuh-nya si ibu ketika berdebat dengan alm bapak. Ibu gue bahkan gamau anak-anaknya untuk kuliah. Bukan karena alasan ekonomi, akan tetapi ibu takut kalo anak-anaknya bakal hidup susah kalo jauh dari rumah. Takut kelaperan, khawatir kalo sakit dan lain sebagainya. Dan itu terbukti ketiga kakak gue ga kebagian merasakan sensasi dunia perkuliahan.

Terkecuali kakak gue yang nomer tiga,. Setelah menikah dia akhirnya menyelesaikan kuliahnya. Itu pun karena emang udeh beda rumah sama si ibu. Maklum kakak gue yang ketiga cukup pintar dan cerdas. Dari zaman SMA ia sudah membuktikan dirinya dengan beberapa kali menjadi juara umum di sekolahnya. Alhasil tekadnya yang bulat perihal kuliah akhirnya terbayar setelah ia menikah.

Secara geografis rumah gue berada di pelosok yang sangat jauh jika di ukur dari ibukota. Kini dengan kecanggihan teknologi gue bisa faham kenapa si ibu punya kekhawatiran yang begitu mendalam. Gue bisa jamin hampir semua orangtua di daerah asal gue punya pemikiran yang cenderung sama. Dan itu salah satunya yang terdapat dari sifat si ibu.

Ya pada intinya semua wanita yang hidup sebagai seorang ibu cenderung punya kekhawatiran yang sama terhadap anak-anaknya. Dan itu juga yang selalu terpancarkan dari sosok ibu gue.

Gue berasal dari sebuah desa adat yang bernama Lamahala Jaya. Sebuah desa terpencil dengan basis muslim terbesar di pulau Adonara. Sementara itu, Adonara adalah sebuah pulau yang terletak di kepulauan Nusa Tenggara, yakni di sebelah timur Pulau Flores. Luas wilayahnya 509 km2 dan titik tertingginya 1.676 m. Pulau ini di batasi oleh Laut Flores di sebelah utara, selat Solor di selatan, serta selat Lewotobi di barat. Singkatnya sih gue anak pulau., wanjay anak pulau. Ckckckk.

Sebenernya sih gue ga terlalu kaget dengan pesan masuk yang di sampaikan oleh kakak gue,. Maklum dari semua anak-anak ibu, gue yang paling lama dan yang paling betah hidup diluar rumah. 3 tahun selama SMA gue udeh ninggalin rumah. Maklum tempat sekolah gue di tempuh dalam 18 jam menggunakan kapal fery. So secara mental gue udeh terdidik hidup sebagai anak kossan. Hehe.

Adalah kota Kupang, gue menghabiskan waktu 3 tahun disana. Perlu diketahui bahwa Kupang merupakan kotamadya dan sekaligus ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagai kota terbesar di provinsi NTT maka kota Kupang di penuhi oleh para pendatang dan berbagai suku diantaranya; Suku Timor, Rote, Sabu, Tionghoa, Flores dan sebagian kecil pendatang dari Bugis dan Jawa.

Selama masa sekolah gue terhitung 3 kali pulang kerumah. Bahkan ketika kedua kakak perempuan gue menikah gue gak sekalipun pulang kerumah. Gue sih gak inget dengan jelas alasan kenapa gue gak balik,. Yang jelas gue cenderung enggan untuk pulang kerumah. Entahlah gue bahkan gak tahu alasan kenapa gue jarang untuk balik kerumah. Mungkin jarak yang jauh kali yak. May be.

So setelah 3 tahun di kupang, gue kemudian memutuskan untuk melanjutkan petualangan ke kota bogor. Mungkin gue terlahir sebagai anak kesayangan kali ye. Permintaan untuk melanjutkan kuliah di kota bogor terkabulkan begitu saja. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan kepribadian ibu sebelumnya. Tentunya gue punya trik xtra gimana caranya agar ibu mengabulkan permintaan gue supaya bisa ke bogor. Dan hal itu pun baru terealisasi setelah satu tahun kemudian. “jadi ane nganggur setahun bray sebelum berangkat ke bogor”. Wkwkwk proses negosiasinya alot cuy,.

Gue masih mengingat dengan baik ketika pertama kali gue balik kerumah setelah beberapa tahun gue kuliah. Ibu bahkan terkaget-kaget melihat anak keempatnya itu ketika gue tiba dirumah. Rambut gondrong yang terkesan urak-urakan membuat ibu langsung khawatir akan keberadaan gue selama ini ketika hidup di bogor. Ciuman hangat di kening kemudian di ikuti suara tangis membuat gue merasa bersalah ketika itu. Meski begitu gue yakin tangisan ibu kala itu karena rindunya yang sudah menumpuk terhadap anak keempatnya ini. Sampai sekarang gue masih bisa merasakan, kalo gue emang anak kesayangan emak gue. Wkwkwk. I miss u mom. Hikshiks.

Liburan telah usai dan gue pun kembali ke kota bogor. 8 tahun adalah waktu yang telah gue habiskan di bogor. Dan selama itulah gue menganggap diri gue seorang freeman. Hingga kini gue bahkan bungkam perihal keberadaan gue di Bali. Yap gue mulai ngerasa sungkan aja atas kegagalan gue sebagai seorang anak yang bertanggungjawab. Sehingga keputusan seperti ini harus gue ambil. Gue bisa aja pulang kerumah kapanpun gue mau. Hanya saja ada ribuan alasan yang mengharuskan gue untuk tidak pulang. Pulang malu tak pulang rindu. Hmppp.

Meski begitu beberapa bulan kemaren gue masih sempet di kunjungi ibu. Ibu emang sengaja datang ke Jakarta karena ada urusan keluarga, sekaligus beliau ke Tanah Abang untuk keperluan belanjaannya.

Sedikit informasi: Nyokap emang mental pedagang euy, jadi kitu weh. Datang ke jakarta sekalian belanja. Sekali mendayung 3 sampai 4 pulau terlewati. Wkwkwk. Emak gue paling jago deuh kalo soal dagang mah.

Tentunya gue seneng bukan kepalang ketika tau ibu akan datang ke Jakarta. Dan alhasil gue menang banyak selama ibu di Jakarta. Wahahha.

Beda lagi ketika kunjungan ibu kali ini. Gue tahu ibu marah, tapi gue juga tahu ibu ga akan marah di depan gue secara langsung. Setelah sebelumnya rambut gondrong kini gue menyambut ibu dengan rambut gimbal. Kalo dulu gue kerumah ibu hanya kaget, sekarang ibu makin spot jantung ketika melihat penampilan gue yang kian urak-urakan.

Meski begitu ibu tetap tenang dan memilih untuk tidak meluapkan amarahnya. Udeh gue bilang, gue tau ibu marah. Tapi gue juga tahu ibu ga bakalan marah secara langsung. Wkwkk maap mom, anakmu ini emang selalu hilang arah.

Beberapa minggu ibu di Jakarta membuat gue semakin sadar bahwa ternyata ibu sudah mulai menua. Bahkan jika di hitung ibu udeh punya 8 cucu sejauh ini. Dan hal ini semakin mempertegas bahwa ibu emang berada dalam fase usia lanjut. Dimana sudah saatnya beliau untuk mengurangi aktifitasnya yang padat dan sebisanya memperbanyak waktu untuk beristirahat. Wajahnya yang mulai mengeriput tidak serta merta membuat semangatnya meluntur.

Pernah ada kejadian ketika gue dan ibu pulang dari tanah abang. Tiba-tiba gue dan nyokap di samperin oleh seorang ibu-ibu. Dalam percakapan tersebut, si ibu-ibu itu bertanya ke arah gue. “dek ibu kamu makannya apa? Kok kuat banget ngangkat yang berat-berat?

Belum sempet gue jawab,. Nyokap udeh nyahut aje,. “Iya bu, saya mah orang jauh. Makannya singkong ama jagung titi”. Cletuk nyokap.

Mendengar jawaban tersebut, si ibu-ibu itu kembali bertanya,. “Emang asalnya darimana?”,.

Nyokap kembali menjawab,. “Saya mah orang Flores, jauh kalo dari sini mah”,.

Belum puas dengan jawaban nyokap,. Si ibu-ibu melihat kearah gue,.

Sontak gue reflex dan kemudian perlahan gue menjelaskan ke si ibu-ibu tersebut perihal maksud dan tujuan gue ama nyokap berada di stasiun kereta api tanah abang.

Sebelum si ibu-ibu itu pergi, “Ia berucap, jagain mama kamu ya dek. Masih kuat banget padahal udah tua, hati-hati juga kalo nanti pulang ke Flores”.

“Iya makasih, sahut gue pelan”.

Dan begitulah ibu. Beliau selalu terlihat bersemangat dan kuat meski usianya yang semakin menua.
Akhirnya beberapa minggu pun berlalu dan sudah saatnya ibu untuk pulang. Gue sempet sedih pas nganterin ibu balik. Tapi gue urungkan rasa sedih gue itu, karena ibu udeh berpesan bahwa anak laki-laki sudah seharusnya kuat dan tegar. Dan airmata adalah segala sesuatu yang dapat melemahkan. So, ibu kemudian pergi tanpa ada air mata pada hari itu.

Hingga hari ini gue belum sempat berbuat banyak hal yang sekiranya bisa membuat ibu gue bangga. Akan tetapi dalam lubuk hati yang paling jauh, gue tetep bangga menjadi anak dari seorang ibu yang telah membesarkan kelima anaknya seorang diri. My mother is the strongest woman. Maaf gue belum bisa membuat ibu bangga sejauh ini. Im so sorry.

Semoga ibu selalu dalam lindungan sang Penguasa langit dan bumi. Hanya kepada-Mu lah tempat kami mengadu, dan hanya kepada-Mu lah tempat kami meminta. Semoga ibu selalu di beri kesehatan. Amin.

Sebagai penutup, hari ini suasana hati gue kembali meredup. Ya gue emang rindu ama rumah, tapi lagi-lagi gue belum bisa pulang. Setidaknya catatan ini menjadi pelampiasan yang tepat atas kerinduan ini.

Sampai jumpa di lain hari. Bye boy bye girl.

Canggu, Bali 10 April 2019.

Bagian 7


                Hallo boy hallo girl...

Hari ini gue rada bersemangat untuk menggerakan jari jemari di atas keyboard laptop CORE i3 ini. Setelah ulasan sebelumnya yang isinya hanya gairah galau gemalau perihal wanita, maka kali ini kita kembali pada realitas yang ada.

Yoi, gue udeh pernah bilang bahwa wanita emang terlalu rumit untuk di bahas. Mereka terlalu abstrak jika di aplikasikan kedalam kata-kata bahkan kedalam sajak sekalipun. Yap gue gak harus memaksa kalian untuk menyetujui statement gue ini, hanya saja ini adalah penegasan atas dasar ulasan sebelumnya. Haha gue geh gak nyangka bakal se-melankonis itu ketika membicarakan isi hati yang mulai menua ini perihal wanita. Ya mungkin sebagian ego dari tubuh ini belum mengikhlaskan keberadaannya kali ye. Jadi ya gitu, bawaannya galau. But sellow ae,. Kalo ada umur yang panjang bakalan kita ulas perihal wanita dari ujung rambut ampe ke selangkangannye. Ulalala.. 

Okey kita lanjut,. Setelah beberapa pekan kemaren gue sempat gelisah perihal pekerjaan yang tak kunjung datang, maka hari ini gue punya kabar gembira. Akhirnya setelah ratusan email yang gue kirim secara sporadis dan berkala itu secara perlahan menemui hasilnya. Email gue akhirnya di balas dan tentunya hal ini sedikit mengurangi kegelisahan gue sebelumnya.

Ya gue sempet kesel aja, dari sekian banyak lowongan yang tertera di internet tak satupun yang kemudian membalas email gue. Dan itu rasanya kek lu makan nasi tapi gak minum air. Keselek sepanjang hari bagoy. Haha brengsek emang,.

Okey tapi jangan berpuas diri dulu. Singkirkan itu sejauh mungkin, Karena meskipun email gue telah dibalas gue tetep aja harus mengikuti prosedur yang ada. Tentunya prosedur yang di maksud adalah ; Tahapan wawancara atau interview yang harus gue lewati. Dan tentunya gue harus bersiap diri sebaik mungkin. Wkwkwk.

Gak kebayang kan ntar ketemu HRD-nya yang galak,. Terus aing kudu ngomong pake bahasa inggris. Babii hahahaa.

Sedikit informasi ; Menurut penuturan dari beberapa temen-temen yang di Bali, bahwasanya apapun yang menjadi profesi ataupun pekerjaan lu nantinya maka konciannya tetap ada pada kefasihan lu ber-bahasa inggris. Dan tentunya hal ini menjadi tantangan buat gue sejauh ini. Lagi-lagi bahasa inggris. Maklum dari zaman kuliah, gue bahkan ga pernah lulus mata kuliah bahasa inggris. 3 kali gue ngulang, 3 kali ganti dosen, 3 kali gue sekelas ama beda angkatan, dan 3 kali pula gue dapet E. Goblok kan? HAHA GOBLOK GAK KETULUNG.

But prakteknya ternyata berbeda dari apa yang gue takuti sebelumnya. Ya, ala bisa karena biasa. Gue berani berjudi untuk yang satu ini. Hacikiwiiir.

Aing kudu sering ngobrol dan adu bacot ama bule poko na mah. Wakakaka.

Ngomongin tentang bule, siapa yang tau pola makan dari kebanyakan para bule? menurut tingkat ke-sotoy-an gue, mau Ausie ataupun Eropa mereka cenderung punya pola dan kebiasaan yang hampir sama. Tentunya termasuk pola makan yang mereka terapkan.

Ada beberapa kebiasaan dari pola makan yang biasa mereka lakukan seperti : Sarapan dengan Roti Sereal lalu di sudahi dengan minum Yoghurt. Kemudian makan malam alias dinner dengan menu makanan yang lebih berat seperti steak, pasta, burger ataupun pizza. Sementara makan siang biasanya di batasi dengan snack semata (biskuit buah-buahan dan sejenisnya). Ya kalau pun yang mereka makan adalah makanan berkarbohidrat maka itu tidak termasuk nasi ala orang indon. 

Pernah seorang bule menanyakan: Why do you always eat rice? Ya gue sih gak harus menjawab secara baik dan benar. Hanya saja gue membayangkan posisi gue pada posisi dia. Menurut gue para bule itu aneh. Dan ternyata mereka juga punya anggapan yang sama. Bahwa kita aneh. Haha bodo amat deuh yah. Toh kita punya budaya dan tradisi yang berbeda. Wkwkwk ngelees.

Oke next,. Fakta lain yang pengen gue sampein adalah ternyata kawasan seperti seminyak dan nusa dua adalah kategori kawasan elit. Yang tentunya sebagai orang awam (modal pas-pasan) lu gak bisa bersenang-senang atau berekreasi di lokasi ini, terkecuali lu emang punya modal yang cukup atau dari segi ekonomis lu mampu buat ngebayar nantinya. Yap, bahkan hampir semua villa ataupun tempat hiburan di dua lokasi ini ber-standar internasional. Dan tentunya para pemiliknya sebagian besar adalah pihak asing.

Mungkin bagi sebagian orang bali menganggapnya lumrah, tapi ketika gue memposisikan diri sebagai orang Indonesia maka pertanyaannya adalah “trus orang lokal punya apa?”

Maksud dari statement ini adalah; Rupanya dari segi bisnis investasi orang barat lebih agresif dan sigap dalam usaha memainkan modalnya. Dan terbukti dua kawasan elit ini sepenuhnya di kendalikan oleh para pemilik modal yang sudah pasti orang asing.

Bayangkan saja perputaran ekonomi makro di kuasai asing. Sementara kebanyakan orang lokal pemanfaatannya hanya pada perputaran ekonomi mikro. Ya mungkin gue kudu belajar ilmu investasi kali yak biar kaya orang-orang barat. Wkwkwk yayaya.

Pada umumnya orang-orang lokal bali sama persisnya dengan kebanyakan orang Indonesia lainnya. Maksud gue kalo di bandingin ama suku sunda atau suku jawa ye. Dan sejauh pemantaun gue, masyarakat bali tergolong sangat relegius. Ya itu terbukti dengan wangi dupa yang menyebar dimana-mana. Seperti ulasan pada bagian 2 dan 3 perihal masyarakt adat, warga lokal bali sangat di dominasi dan identik dengan ajaran hindu-budhanya.

Gak bisa di pungkiri gue selalu kagum akan perihal ini. Yap gue mah seneng aja ngeliat lalu lalang keramaian di setiap pura yang gue jumpai. Amazed in surprise. Mungkin karena gue gak pernah ngeliat pemandangan kek gini kali yak. Wkwkk bisa jadi.

Oie hampir terlewati perihal makanan khas di bali. Kalo di sunda ada nasi uduk, di jogja ada nasi kucing, maka di bali ada nasi betutu. Lu gak bakal susah untuk menjumpai pelataran atau warung yang menyediakan nasi betutu sepanjang jalan raya di canggu.

Tapi inget bray, lu jangan ampe salah ngambil. Nasi ayam berada satu meja dengan nasi babi.

Tanpa mengurangi rasa hormat gue kepada para peng-konsumsi daging babi, gue hanya mengingatkan kepada para non peng-konsumsi babi. Maksud gue biar lu gak salah ngambil aja bray. Muehhehe. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Wkwkwk macam iklan merek sabun kan. Hahaha,.

Sisi positif dari nasi betutu ini adalah mewakili lu yang hidup sebagai anak kossan. Harganya murah meriah dan mudah di jumpai. Sisi negatifnya, di atas jam 12 siang udeh pada abis. Ludes kejual,.Hahaha.

Pada intinya sih Bali cukup ramah sejauh ini. Gue masih butuh waktu untuk meng-explore lebih jauh dan lebih dalam mengenai hal-hal yang bisa kita bahas bareng nantinya. Tentunya butuh diskusi dan data yang lebih valid.

But apapun itu, sesuai judulnya “ini adalah catatan permulaan” so semua yang tertera disini adalah awal dari garis awal-mulanya. Berharap suatu saat dapat mengakhiri di ujung jalan lainnya. Finish ketika emang harus selesai.

Sebagai penutup, Hari sudah malam ikan harus bobo.
Sampai jumpa di kesempatan selanjutnnya guys.

Bye girl bye boy,.

Canggu, Bali 08 april 2019.

Bagian 6


                Begitu aku memikirkan yang satu, aku dicerahkan oleh kesemarakan yang tiga. Begitu aku membedakan yang tiga maka aku segera di bawa kembali kepada yang satu. Ketika aku memikirkan salah satu dari yang tiga, aku memikirkannya secara keseluruhan hingga mataku penuh. Sementara bagian yang lainnya yang lebih besar dari apa yang kupikirkan terluput dariku.

Sesungguhnya aku selalu terjebak dengan rindu. Merindu kepada mereka yang menjauh. Oh perempuan beri aku seteguk asi.

Seperti kisah sendu aku mencari kepusat rasa, mencari kepusat raga. Seperti tanah kepada air, seperti langit kepada bumi. Jika aku adalah dosa maka jangan biarkan aku mati sendiri. Aku menantimu menuntunku pulang.

Duhai kekasih kenapa bahagiaku begitu rumit? Seperti arungan kapal si bajak laut, rindu ini meminta berlabuh.

Termenung bahkan terpaku oleh kehampaan, kenapa kau begitu angkuh wahai perempuanku?

Satu persatu rindu itu mulai berguguran, merubah makna menjadi asa. Menjadi dendam yang kemudian terkunci. Perlahan menjadi kesumat menunggu waktu untuk bereingkarnasi.

Kenapa kau memilih pergi wahai perempuanku?? Hidup memang telah di jejali oleh angkara dan dusta. Tapi aku tetap tak terima ketika kau dicuri di depan hidungku. Kau bahkan merelakan diri seperti merek handphone genggam di layar kaca. Kau di bayar begitu saja, lalu pergi dan hilang sesuka hati.

Lalu datang kembali kabut itu, seperti kabut di alam liar. Menyanyikan harapan memupuk asa yang terlanjur mendendam. Sajak kehidupan terlahir kembali.

Apakah ini bahagia?

Siapakah kita ini sebenarnya wahai manusia?

Seonggok daging congkak dengan belahan paha yang tiap saat menggoda nafsu?

Lalu kabut itu memberi tanda bahwa hidupmu ternyata masih bermakna. Jalan panjang bahkan tak berujung, Dan aku di beri sedikit keyakinan bahwa diri ini masih pantas berjalan hingga ke ujung jalan. Kabut itu terus bergairah membangkitkan arti bahwa burung bahkan capung pun sanggup hidup dengan kesendiriannya.

Kenapa kamu tidak?

Tapi kabut itu terlalu tergesa-gesa, cenderung memaksa hingga diri ini akhirnya tak sanggup mengiringi. Tak ada waktu untuk merenungkan yang lalu-lalu, rasa itu sudah terlanjur tumbuh di atas gelora yang tergesa-gesa. Meluncur kencang bak kereta besi. Lelaki itu pun tak sanggup mengejar hingga ke ujung jalan yang telah di janjikan.

Hingga di penghujung hari, kabut itu perlahan menghilang lalu pergi begitu saja. Seperti perempuan sebelumnya, kabut itu hanya sesebentar menghibur. Pelukan mesra belum sempat di pagi itu, Lelaki itu pun kembali di rundung sedih.

Lelah memang berjalan tanpa berpikir. Tapi tiba-tiba jejakmu muncul di dalam kesunyian. Dengan kenangan yang bergejolak. Siapakah kita yang rela memendam serat-serat kehidupan yang penuh dengan istilah penantian ini? Menanti yang tak kunjung datang, menunggu yang tak kunjung pulang.

Siapakah kita yang rela menanggung hasrat penuh siksa ini?

Lelaki itu menggerutu, bahwa rasa itu tak mungkin kembali pulang. Bahwa airmata sudah tak bermakna. Tak mungkin lagi tenangkan asa, lara, dan menghapus kesumat. Mengikhlaskan yang lalu untuk pergi jauh.

Masihkah ada aku di dalam kisahmu duhai wanita yang penuh ragu-ragu? Sungguh aku rindu berbagi tawa di dalam kisahmu.

Sajak berlalu dengan omong kosong tiada arti, hanya kehampaan yang tersisa di dalamnya. Seumpama sedih yang tak ada tempatnya. Seumpama lelah yang menjelma luka. Menggerakan jejak kenang baring-baring mesra di samping perempuan itu. Apakah ini kebenaran yang di paksakan? Ataukah kemunafikan dengan jejak romantisme?

Lalu siapa yang salah dan harus di salahkan?

Kasih melangkahlah denganku, lalui luka-luka berat itu dengan sedikit ketidakmungkinan ini. Tanpa air mata dan keluh kesah, hanya tarian tawa yang sesekali menghibur diri. Agar segenap gelisah itu tak lagi membara.

Oh kekasih hatiku, hapuslah gelisah ini. Agar lelaki ini tak lagi gundah dengan gelisahnya.

Keinginan itu masing-masing, kebohogan itu masing-masing. Maka jangan biarkan ia larut dalam satu larutan majemuk yang mengganggu gugat sumpah setia yang sudah terucap. Biarkan ia terbang bebas tanpa batasan yang menghalangi pengorbanan. Itu adalah ketentuan penyesalan masing-masing tanpa harus menangis.

Maka tertawakan saja ketika Tanya “kemanakah aku harus menangis”? Lihat saja siapa yang mati dan siapa yang tidak. Itu adalah kehendak Tuan yang tak bertuan. Jangan tanyai siapa DIA. Sesungguhnya Dia tahu apa yang kita tahu.

Ironis, menata derita dalam hati yang telah pecah berkeping-keping. Siapakah yang akan mampu menata hati yang telah terlanjur menghitam pekat itu?

Waktu bahkan memanjang tapi lelaki itu masih saja terpaku dengan waktu yang telah berlalu. Kurang dari menit-menit berlalu, lalu berikut tiap detik-detiknya. Siapa yang ingkar bahwa kita adalah waktu?

Jangan kaget dengan akrobat cinta semu, semua wanita sama saja. Lebih selamatkan kelaminmu. Biar kau tak mati oleh adukan selangkangan nantinya. Belajar lagi kawan., belajarlah dari lelaki itu. Sesungguhnya dia sedikit lebih tahu dari apa yang belum kau ketahui.

Ingat kawan ini bukan keberakhiran, Tapi ini adalah permulaan.

Seperti sediakala, kamu tidak akan bisa di hentikan!

Canggu, Bali 06 april 2019