POJOK PERKARA #1



INTRO   
Setelah sekian lama tidak lagi muncul di dunia blogger maka akhirnya saya meluangkan waktu untuk kembali eksis di dunia blogger. Wkwkkwkk macam penulis professional saja hahaha. Tapi apapun itu pada kesempatan kali ini saya hendak berceritra. Dimana fakta selangkangan wanita ternyata dapat menyesatkan banyak orang. Wakakaka intro.
Sejujurnya saya suka menulis tapi tak pandai dalam merangkai kata untuk menjadi kalimat yang dapat menyentuh orang lain ketika membacanya. Akan tetapi saya tidak peduli dengan hal itu. Yang jelas, saya hanya berupaya untuk mengimbangi rasa suka ini yang sudah terlanjur berubah menjadi gairah. Gairah yang harus segera dituntaskan. Rasa-rasanya seperti orang yang kbelet ingin bercinta. wwkwkwkk. Adapun poin pentingnya adalah saya tidak membutuhkan pembaca yang akan menilai tulisan omong kosong ini. Akan tetapi saya akan berterimakasih sepenuh hati kepada kalian yang sudah mampir di laman pribadi saya ini. Terlebih-lebih kepada kalian yang sudah sering mampir disini. Wkwkwk ngarep.


DINAMIKA ATAU RETORIKA??
                Faktanya orang pacaran bisa saja putus, orang yang menikah bisa saja bercerai, bahkan orang yang hidup masih bisa dipisahkan  oleh kematian. Lalu apalagi yang kau tangisi untuk sebuah perpisahan? Bukankah hidup telah menjelaskan secara gamblang bahwasanya perpisahan itu akan selalu terjadi kapanpun, dimanapun, atau dengan siapapun. Lalu kapan kebanyakan dari kita akan menyadari hal sederhana ini? Padahal realita kehidupan begitu terang benderang memberi tanda bahwasanya fakta berpisah akan tiba sesuai waktunya. Dilemma bahkan cerita derita mungkin saja mengalir secara berbeda untuk setiap orang, akan tetapi pada dasarnya tetap sama. Yaitu setiap orang akan mengalaminya, termasuk dengan apa yang namanya perpisahan. Seperti air sungai yang selalu bermuara kepada laut. Begitulah fakta perpisahan.

Dalam sebuah hubungan, dalam hal ini hubungan berpasangan maka sudah lumrah ketika perbedaan pendapat melahirkan sebuah pertengkaran, tidak sedikit juga yang berakibat fatal yang berujung pada pecahnya kekerasan fisik. Akan tetapi perlu digaris bawahi adalah semua persoalan yang muncul merupakan konsekuensi dari sebuah hubungan. Oleh karenanya sebagai manusia yang CERDAS alangkah baiknya menyikapi segala sesuatu di dalam sebuah hubungan harusnya bersifat objektif dan teoritis. Bukan mengikuti naluri emosional semata. Sehingga dapat menjaga keberlangsungan hubungan yang telah dirajut dan dibangun bersama.

Perlu diketahui bahwasanya ini adalah catatan pribadi dimana takdir tuhan telah menggariskan kenyataan menikah muda harus saya jalani. Melewati kenakalan remaja dengan hura-hura, serta mengabaikan urusan kuliah dengan hal-hal yang tidak penting. Belajar nakal lebih tepatnya, mencoba-coba segala jenis minuman keras, juga segala jenis obat-obatan yang memabukan hingga selalu mengutamakan kebutuhan selangkangan. Tak peduli menghabiskan uang hanya untuk kesenangan sesaat. Jika merenung, maka terlampau banyak dosa yang sudah terlanjur dilakukan. Mengacuhkan tanggungjawab terhadap orangtua yang dengan sengaja mengabaikan jerih payah yang telah dikucurkan lewat keringat dan kerja kerasnya. Pada intinya kala itu tingkah laku negative hampir tak bisa terabaikan. Jika protes kepada tuhan bisa merubah takdir, maka setiap harinya akan saya habiskan untuk menuntut dan memohon agar garis hidup ini tidak perlu datang kejalur hidup yang saya lalui. Karena ketika menyadarinya semua yang sudah terlewati ini begitu hampa, hanya kesia-siaan serta kegamangan yang tidak ada artinya. Hingga sampailah pada titik ini dimana kenyataan menikah muda menghampiri.
Pada dasarnya menikah muda sebenarnya mempunyai nilai positive, akan tetapi tetapi bagi saya bukanlah hal yang patut untuk dibanggakan. Menikah muda dengan pernikahan di bawah tangan sungguh mempunyai konsekuensi yang teramat berat. Pasalnya komitmen yang telah dibangun sebelumnya bisa dengan mudah runtuh oleh keegoan yang lahir nantinya. Poin berikutnya adalah menjadi laki-laki diharuskan mengemban tugas tanggungjawab, karena amanah tanggungjawab yang lahir setelahnya adalah tanggungjawab dunia dan akhirat. Wallahualam.
Kembali kepokok permasalahannya. Analogika perbedaan pendapat pasangan muda sederhananya seperti berikut, yaitu membandingkan atau meributkan asal muasal telur dan ayam. Manakah dari keduanya yang lahir terlebih dahulu.  Dinamika ini sama persisnya dengan perbedaan pendapat didalam hubungan berpasangan. Maka demikian perdebatan akan hadir diantaranya. Terlebih jiwa muda merupakan pribadi yang labil dan emosional, sehingga tidak mudah begitu saja mengesampingkan keegoan yang sudah berakar didalamnya. Tentunya jika hal ini tidak segera diatasi, maka bukan tidak mungkin masalah sederhana bisa menjadi perkara yang besar, dan perkara besar bisa mengakibatkan hal yang fatal.
Jika menelaah jejak bijak dalam menjaga sebuah hubungan, maka sebuah hubungan berpasangan membutuhkan wawasan serta sikap yang bijaksana. Hal ini tentunya memerlukan pembekalan pengetahuan yang semestinya menjadi prinsip dikemudian hari nanti. Akan tetapi jika anda menikah karena kelalaian (kebebasan kebablasan) atau lebih kasarnya karena menghamili pasangan anda, maka pertanyaan yang muncul adalah sudahkah anda siap untuk menjalaninya?
Terlepas dari urusan cinta mencinta, hakikat pernikahan adalah bentuk penghambaan kepada tuhan yang maha kuasa. Sehingga jika pernikahan mengandung unsur pemaksaan ataupun hanya retorika tradisi menjaga nama baik keluarga. Maka siapakah yang pantas bertanggungjawab dengan perpisahan yang akan datang dikemudian hari?
REALISTIS YANG LOGIS??
                Jika dalam kasus ini anda menempatkan diri sebagai seorang wanita, maka apa yang akan anda rasakan? Bukankah setiap wanita mendambakan pernikahan yang megah? Karena faktanya, kebanyakan wanita menginginkan pernikahan yang “wah”, harus berkesan, dan mempunyai tingkat kerelegiusan yang khidmat. Hal ini berbanding terbalik dengan kebanyakan pria. Karena kebanyakan pria cenderung memilih pernikahan yang sederhana. Jika dipilahpisahkan maka kebanyakan wanita mendambakan tipe pria yang baik akhlaknya, pengertian, perhatian, serta bersikap dewasa. Dan tentunya bisa memenuhi kebutuhan materi dalam berumah tangga. Sementara bagi seorang pria cukup dengan memiliki atau menikahi wanita yang smart, karena wanita yang smart sudah pasti bisa mempercantik dirinya. Adapun uraian tersebut tidak serta merta mewakili kebanyakan pria ataupun wanita dimanapun. Hanya saja asumsi tersebut bisa mewakili fakta yang terjadi di sekitar kita.
NOMINA SATU (PUBER KELIMA)
                Tahun 2013 merupakan tahun dimana kisah cinta dan semua tragedy ini dimulai. Seperti kebanyakan muda mudi saat itu. Social media mempunyai peran penting dalam mengawali perkenalan yang kemudian berujung pada sebuah pertemuan. Entah setan apa yang melintas di benak, yang jelas masih teringat dengan akurat dimana pertemuan perdana itu mengubah semua alur yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Intim, begitulah sepasang muda mudi memulai perjalanan cinta yang sesungguhnya diantara mereka tak satupun mengerti apa itu cinta dan apa itu urusan ketika mencinta. Hanya sepasang remaja yang terbuai dengan indahnya asmara, terlena oleh pesona satu dengan yang lainnya. Dan terjebak dalam dosa yang tak ia sadari.
Begitulah cinta, hanya mereka yang sedang jatuh cinta yang dapat merasakan dan menafsirkannya. Indah, sungguh indah, dan memang indah.
Tak butuh banyak waktu untuk saling mengenal satu sama lainnya. Selang beberapa bulan kemudian komitmen “buta” mulai tercipta. Dimana janji setia mulai terucap, dan semboyan jangan ada dusta diantara kita mulai di kumandangkan. Tidak seperti kebanyakan muda mudi lainnya, cinta dalam perspektif selangkangan mulai bergerilya semau gue.
Akan tetapi, ini adalah hal baru bagi saya dikala itu. Terjebak dalam kesenangan mencinta. Hingga yang tersisa dibenak adalah kapan dan dimana kami akan menghabiskan waktu bersama. Tak peduli berapa persen yang tersisa di dompet. Tasik-jakarta, Jakarta-bogor. Harus ditempuh setiap minggunya. Tak jarang pula menyisakan sedih dan pilu ketika harus mengantarnya pulang ke tasik. Seperti tidak rela melepasnya untuk pulang. Ahhh cinta kau memang buta juga Jahannam hahahaha.
Pernah sekali ketika waktu liburan panjang terpaksa memisahkan sepasang muda mudi ini. Dipisahkan oleh jarak dan waktu, memunculkan perkara baru yaitu mempertanyakan kesetiaan satu dengan yang laiinnya. Ditengah gelora asmara yang masih menggebbu, rasa ragu mulai menghampiri. Perlu diketahui bahwasanya kita berada dikota yang berbeda, saya dibogor dan dia di tasik. Lalu ketika libur maka ia akan menghabiskan masa liburnya di kota kupang, jauh di ujung timur. Gimana gak kangen lu?? Wahahaa anyingnyong. Akan tetapi, ternyata hal itu pun mudah di atasi. Menjawab kerinduan dengan sebuah perjumpaan adalah pernyataan tanpa kata, dan tanpa tanda tanya sesudahnya. Ya begitulah. Rindu selalu bermuara kepada pertemuan. Dan ketika momentum itu terjadi, maka hilanglah segala keraguan juga kegundahan yang menjadi Tanya sebelumnya.
Sembari berjalannya waktu, sampailah hubungan perpacaran ini ketelinga orangtuanya. Dan sial bagi saya. Ternyata orangtuanya (nyokap) tidak merestui atau lebih tepatnya tidak menyetujui anak gadisnya untuk berhubungan dengan pria ini. Masalahnya sederhana, yaitu berkulik di masalah adat, suku, atau tradisi, ataupun semacamnya. Singkatnya, ada perbedaan visi dari orangtuanya (nyokap). Sehingga ada larangan keras yang kemudian membatasi gerak gerik diantara kedua muda mudi yang terlanjur saling jatuh cinta itu. Alhasil petak umpet pun mulai dimainkan. Sembunyi-sembunyi adalah episode selanjutnya yang menghiasi perjalanan cinta diantara kedua muda mudi ini. Yap, tanpa persetujuan cerita ini berlanjut.
NOMINA DUA (SI KEPALA BATU)
                Labil, keras kepala, tetapi mandiri adalah beberapa sifat yang menjadi identitasnya. Mudah bergaul, dan punya daya Tarik untuk disukai banyak orang adalah hal lain yang menjadi pembeda dari kebanyakan anak gadis yang pernah saya jumpai. Adapun alasan kuat yang mengharuskan saya untuk tidak melepasnya adalah banyak hal yang tidak pernah saya lakukan ada pada dirinya. Awalnya ia hanyalah bocah ingusan yang memberanikan diri untuk berjumpa dengan orang asing. Sama halnya dengan keberadaan saya, berlagak dewasa sembari basa basi untuk memulai percakapan ketika pertemuan perdana itu. Tak disangka, rasa mengalahkan asa secepat kilat. Lalu lalang tak terlihat.
Kulitnya hitam tapi senyumnya manis. Gaya bicaranya sompral tapi sedikit kekanak-kanakan. Matanya yang bulat dengan alis yang bak di belah pedang menyempurnakan refleknya yang ke”tomboy-tomboy”an. Yap anak gadis kecil itu setahun berikutnya menjadi menawan dengan rambut panjang gemulai di balik bahunya. Hidungnya yang mungil serta bentuk bibirnya yang menggairahkan menjadi satu kesatuan yang perfecto.
Hanya dari beberapa posisi tertentu ia akan terlihat sangat cantik mempesona dengan ikalnya yang terikat ataupun dibiarkan tergurai. Tawanya yang khas dan piawai bermain gitar menjadikan ia idola yang sempurna. Yomss tidak ada keraguan bagi saya untuk mengidolakannya. Lalu ada kelebihan lainnya yang hampir tak pernah diperlihatkan adalah ia ahli dalam hitung menghitung bermain angka. Meskipun dalam pengakuannya ia tidak menyukai hitung menghitung, namun bakatnya dalam hitung menghitung tak tertutup begitu saja.


BERSAMBUNG…..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar