The hate you give 2PAC
THUG : Apa yang kau benci itu yang kau dapatakan.
Apakah ini menjadi pertanda bahwa kebanyakan orang membenci
hal-hal yang ia tak pahami adalah sebuah kebenaran mutlak, lalu gue adalah
salah satu dari kebanyakan orang itu!? Wwkwk bangsat, jika iya. Ini jelek
banget! hahaaha
Pertama, bersyukur itu butuh hal untuk disyukuri.
Kedua, tidak semua masalah bisa selesai dengan “sudut
pandang”.
Ketiga, Tuhan memang adil. Tetapi mekanisme kerja dalam bekerja
belum tentu adil.
Lalu bagaimana jika ternyata “Diri sendiri adalah hal yang
paling sulit dimengerti?”
Bah, begitu banyak pertanyaan tapi terlalu sedikit memberi
jawaban.
Gundah gulana macam apa ini?
Pada akhirnya
sikap gue adalah boomerang atas diri sendiri. Misalnya, ternyata semua
keributan itu adalah perkara yang telah gue perbuat. Atau, ternyata gue hanya
sosok yang malah menimbulkan beda pendapat dan percekcokan antara satu bahkan
lebih dari dua orang. Atau juga, ternyata gesekan yang gue timbulkan rupanya
menjadi percikan api yang kemudian membesar dan membakar orang disekitarnya. Hanjing
gue ga terima jika sebodoh itu.
Ya pekerjaan membuat gue benar-benar frustasi! Stress out
Padahal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang menjadi
visi misi selama gue menginjakan kaki di pulau dewata tanah Bali. Tapi mungkin
juga ini menjadi pembenaran bahwa kemarin gue adalah orang yang hampir gila ketika
bersusah payah mencari pekerjaan, maka hari ini kegilaan gue menjadi sempurna
ketika sudah mendapatkan pekerjaan. Kegilaan yang benar-benar menjadi sempurna!
Ya waktu memang berlalu sangat cepat.
Bulan depan adalah bulan penanda bahwa gue sudah satu tahun
bergerilya di Bali. Gue sering mengatakan gue suka bulan maret. Sebab bulan
maret juga menjadi penanda hari kelahiran gue, sebuah ritual perayaan ulang
tahun yang bahkan baru “sekali” gue rayakan selama perjalanan Panjang ini.
cckkck millennial yang menyedihkan.
Oya, sohib gue telah memutuskan
untuk berhenti dari tempat kerjanya dan memutuskan untuk memulai karir sendiri.
Nampaknya doi mencoba untuk menerapkan praktek independent ketimbang
mengharapkan upah bulanan dari perusahaan. Yess gue support keputusan ini. I proud
for u brada…
Awalnya gue sempat khawatir. Karena selama ini gue berdua berada dalam profesi yang sama, satu departemen dengan poksi yang berbeda. Hal ini PULA menjadi alasan gue nyaman dan enjoy selama bekerja disana. Setidaknya itulah yang dulu gue pikirkan. Mungkin lebih tepat ini penyebab “gue keenakan”.
Terlepas dari keputusannya untuk re-sign, gue sedih karena
ditinggalnya. Tentunya gue akan melanjutkan gerilya ini seorang diri. Bukan
semata urusan pekerjaan, hanya saja kesenangan-kesenangan yang sudah terencanakan
akan menjadi wacana semata tanpa ada realisasi berarti.
Ya mungkin di kepala gue hanya ada pikiran untuk bersenang-senang, ke pantai atau ke gunung. Atau sekedar mabok-mabokan di malam minggu. Sementara disisi lain, doi sudah bosan terus berada difase stagnan disposisi non produktif, berjalan di tempat. Ya sekali lagi gue bisa terima jika alasannya demikian. Maka dengan ini pula gue bisa leluasa untuk mengungkapkan bahwa yang mahal itu kepercayaan, yang tak dijual itu kesetiaan “kawan sejati susah dicari, kawan sejati tak bisa dibeli”.
Ya mungkin ini pula menjadi jawaban bahwa belakangan gue
sangat sensitive dan meledak-ledak jika ada perbedaan pendapat. Terlebih selama
jam kerja berlangsung. Ya gua “anti” terhadap orang-orang dengan pola urusan
pekerjaan yang dibawa pulang sampai kerumah. Menurut gue pola semacam ini tidak
menunjukan ke-profesional-an sebagai seroang karyawan. Kerja ya kerja, abis di
tempat kerja. Bukan sebaliknya dituntun sampai kerumah. Notife handphone yang
terus berdering, dengan sejuta tanda tanya dari rekan-rekan yang sama
bahlulnya. Goblok emang.
Ya meski riskan, gue harus berterus terang bahwa gue mulai suntuk
dengan dialetika dramatoris ini. drama-drama di tempat kerja sangat
mempengaruhi kinerja. Terutama memancing cekcok dan menyulut emosi. Benar itu
biasa, sementara salah itu luar biasa. Menyedihkan bukan?
Gue bertanya-tanya, apakah yang menjadi berarti dari bagian
ini?
Maka untuk sesaat gue mendapat jawaban bahwa semua masalah
yang timbul sudah jelas muncul dari diri gue sendiri. Semoga memang benar bahwa
evaluasi terhadap diri sendiri adalah sebuah refleksi terhadap pendewasaan
dalam bersikap dan menyikapi segala sesuatu terkait pekerjaan. Berhati-hatilah
dewasa itu jebakan!
Akan menjadi relevan dan tetap menjadi relevan : Apa yang
kita rasa, apa yang kita lihat, dan apa kita terima, semua karena kita sendiri.
Sekian.
10 februari 2020 Canggu, Badung, Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar