Bagian 24



                Gak perlu berbangga soal menulis. Menulis hanya perihal mengambil sebuah ruang untuk berbagi. Sebuah ruang untuk mengambil kendali proyek-proyek pembebasan dirimu atas orang lain. Maka tak perlu jumawa apalagi ber-besar kepala dan menarik batas antara hidupmu dengan orang lain. Seolah mereka adalah segalanya sementara kita tidak! Itu salah.

Menjadi “berarti” adalah ketika ruang itu mampu kau geluti dengan serius, sedikit cemas tapi bermakna. Arah dan tak berarah. Karena masih banyak ruang kosong dan aktifitas lain yang tak kalah penting dari menulis itu sendiri.

Jangan sesekali berfikir untuk mengurung diri dalam kamar, sehingga kawan-kawanmu, kolega-kolegamu berkata : Hei kamu itu penulis. Penulis sungguhan. Maka berkaryalah, itu adalah kewajiban!

Tidak…

Cukup bagiku berada di pelataran, di tepi-tepi tembok restoran, atau di sekitaran batu karang pantai tak bernama. Sehingga dengan mudah menghirup udara yang gratis, melihat matahari di ujung cakrawala. Sembari berujar, mari siapkan rencana proyek penghancuran segala kebekuan dan kekakuan hidup di sekelilingmu. Lakukan sekarang juga. Bakar!

Akulah si pejuang itu.

                Si pejuang yang begitu riang bahagia menyongsong ruang kebebasan. Ya beberapa tahun silam, ketika hidup adalah penjara bagi beribu mimpi di kepala. Aku tetap berdiri walau sempat tumbang. Senyum itu tak pernah pudar walau badai melintang. Bahkan ketika kenyataan yang dijalani berubah makna menjadi sebuah kutukan yang menakutkan. Dihindari, diingkari, dan diperankan sebagai lakon yang setengah hati dengan sejuta kegagalan dari setiap langkahnya. Meramu merana sepasang kekasih. Kekasih yang memilih pergi entah kemana.

Lalu ketika kehidupan berpindah ruang dan waktu, rantai-rantai itu seperti menguap ke udara. Melebur dengan polusi-polusi oksida, sehingga tulang-tulang dengan seonggok daging yang merantai diri sebelumnya, perlahan terlepas dari belenggu-belenggu yang mencekram.

Ya selamat datang keakraban!

Siapa yang bisa terbang?

Siapa yang bisa melayang?

Siapa yang bisa menerawang?

Siapa yang bisa melanglang?

Siapa yang bisa melayari?

Sekian pulau!

Sekian peristiwa!

Sekian tawa!

Sekian tangis dan ringis!

Sekian riang dan murung!

Lalu siapa yang berjumpa dengan begitu banyak macam manusia?

Begitu banyak jiwa, begitu banyak cerita.

Ada ruang yang sama, persis sama.

Tapi ada juga ruang yang berbeda, berbeda sama sekali.

Ada banyak yang tergesa-gesa, terseok-seok, bahkan tidak ada kebahagian sama sekali menjalani hidup. Sementara sebagiannya lagi, begitu bebas melakukan apa saja! Hari ini berjemur di pantai, besok berlibur ke kebun binatang, lusa mengecek kembali kesehatan di rumah sakit.

Waktu bagi sebagian orang adalah hantu yang terus memburu, memaksa mereka untuk terus berlari, tanpa berhenti walau sejenak, membersihkan keringat di dahi, mengusir duri di kaki, atau bermain petak umpet dengan anak para tetangga. Sementara di lain sisi, waktu adalah taman dengan fasilitas kolam mandi sejuta wewangian, kursi untuk bersandar, danau untuk memancing, dan kamar remang 5 watt untuk bercinta sepuas hati.

Banyak yang terbata-bata mencari garis finish menempatkan sekian mimpi akan sebuah kebahagian di kepala mereka. Sementara sisanya terus berdoa mudah-mudahan Tuhan terus menjaga mereka seperti sebagaimana adanya. Banyak yang mengelu-elukan kebahagian, dan siap mengantri seraya memegang tiket masuk untuk menuju kesana. Banyak orang pula mencari surga yang lain, kebahagian kelas lanjut.

Tapi tiba-tiba hidup bertanya pada dirimu, kamu berada di bagian mana sayangku?

Avidya Jelia Vitalis Evolusia Bakteria menjawab:

Nah, kini aku dilanda kebingungan yang keras. Mimpi yang bertahun-tahun kuperam dalam panas kepala terus mengeras. Hendak retak. Lalu hancur mengeping. Mengering untuk kemudian menyatu dengan aerosol…

Bagaimana menyusun kembali konsep kebebasan ketika pilihan yang rumit berdiri diujung hidung?

Bagaimana bersikap kepada kebebasan yang kini menampakkan wajah garangnya?

PENGHANCURAN DIRI adalah bentuk pencarian ulang dari komitmen bersikap. Susun kembali diri agar utuh menjadi manusia. Orang boleh berbeda dalam beberapa hal. Tapi, untuk menjadi bahagia adalah hak semua orang.

Apapun caranya, semua orang harus merebut kebahagian mereka kembali.

Bagaimana sayangku??

Untuk sekedar menipu orang-orang, aku kembali menciptakan sandiwara baru. Sesungguhnya, telah ku temukan dunia yang ternyata tak nyaman untuk kuhuni. Teruslah bekerja sayang… ayo teruuuss...

21 feb 2020 Canggu, Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar