Entah Dunia Sastra
Atau Dunia Meraba-raba.
Dewasa ini pengaruh sosial
media tidak lepas dari pengaruh teknologi yang terus berkembang. Alhasil,
banyak sentimen yang turut bermunculan akibat beragamnya sisi negatif yang ikut
aktif berdatangan. Harus diakui sosial media membantu kebanyakan orang dalam
urusan komunikasi, baik menjadi lancar dan mudah ataupun menjadi lebih simple sesuai trend di kalangan anak-anak muda. Akan tetapi pengaruh yang
kemudian lahir adalah munculnya emblem-emblem
“penyair online”.
Pada dasarnya fakta tersebut bukanlah hal negatif, karena di
satu sisi realita tersebut secara perlahan memancing keikutsertaan anak-anak
muda untuk mengembangkan imajinasinya dalam menghasilkan sebuah karya puisi. Akan
tetapi hal yang di sayangkan adalah puisi-puisi yang berlahiran di dunia maya
cenderung menjadi hambar dan seringkali mengabaikan makna dari puisi itu
sendiri. Alhasil, karya yang di tawarkan kemudian hanya menjadi sepenggal
bait-bait yang tidak memiliki arti, dan melupakan maksud dan tujuan dari puisi
itu sendiri. Maksud dari pernyataan tersebut adalah setiap kata perkata ataupun
majas demi majas yang telah di rangkai menjadi sebuah puisi oleh penulisnya
hanya akan menjadi pajangan dalam hal ini postingan di dunia maya. Masalahnya,
pesan ataupun ungkapan dari maksud si penulis dalam puisinya tidak akan sampai
kepada si penerima pesan ataupun si pembaca.
Jika di telusuri, sebenarnya menciptakan sebuah karya puisi
adalah hal yang mudah tetapi bagaimana caranya membuat puisi menarik, itu
adalah hal yang sedikit rumit. Adapun hal-hal yang perlu di perhatikan agar
sebuah puisi menjadi menarik untuk di baca oleh orang sekiranya sebagai
berikut.
1.
Tema (judul yang tepat)
2.
Kerangka puisi
3.
Gaya penulisan
4.
Pemilihan kata
5.
Persamaan bunyi
6.
Rima, irama dan persajakan
Pada dasarnya puisi adalah sebuah
karya tulis yang muncul dari hati dan kemudian di tuangkan kedalam pikiran yang
kemudian menjadi sebuah tulisan, dalam hal ini sebuah tulisan dengan kata-kata
yang indah dan menyentuh hati. Dengan kata lain puisi sebenarnya mewakili
curahan hati seseorang dengan maksud menuntun orang lain agar masuk kedalam
keadaan hatinya. Akan tetapi dengan adanya pengaruh sosial media di sekitar
kita, maka kebanyakan orang mudah terpancing membuat karya puisi lalu tanpa
sadar mengabaikan maksud hatinya untuk mengajak orang masuk kedalam suasana
hatinya.
Bagi sebagian orang yang sudah mahir menulis puisi (penulis
profesional) akan mudah baginya untuk menciptakan sederet kalimat yang kemudian
menjadi sebuah puisi. Sebaliknya, bagi penulis pemula membuat puisi akan
menjadi gampang tetapi susah, dan susah tetapi gampang. Faktanya, para penyair
online cenderung bermunculan dari kalangan penulis pemula. Memang benar, jika
tidak ada larangan ataupun aturan yang mengikat untuk membatasi siapapun untuk
bereksperimen atas puisi-puisinya di dunia maya. Akan tetapi mengabaikan pola
dasar dan mengesampingkan tujuan pembuatan puisi yang sesungguhnya menyampaikan
risalah hati ataupun pesan adalah satu masalah yang sekiranya serius. Pasalnya puisi
merupakan serangkaian peristiwa yang membutuhkan 2 hal yang saling
bersikenambungan yaitu si pengirim dan si penerima (penulis dan pembaca). Bukan
hanya keberhasilan si penulis merangkai kata-kata akan tetapi sejauh mana si
pembaca menangkap makna yang ingin disampaikan si penulis.
Masalahnya adalah puisi-puisi yang berlahiran di dunia maya
(sosial media seperti : FACEBOOK, LINE, INSTAGRAM dsb) cenderung bersifat abstrak. Artinya si pembuat puisi
seringkali mengabaikan pembaca. Hanya kata-kata dan majas tingkat tingi yang
sengaja di hadirkan demi menarik simpatik orang misalnya, menarik jumlah likers dan jumlah followers. Alhasil
mental yang di bangun kemudian adalah penyair bermental selebritis (penyair
online).
Masalah selanjutnya adalah seringkali individu atau kelompok
penyair online cenderung mengangkat konsep puisi modern. Dalam puisi modern,
irama tidak lagi terikat kepada pola mantra tertentu. Sebaliknya berkembang
bebas dan rumit. Chairil anwar adalah salah satu tonggak pertama puisi modern. Beliau
menulis puisi dengan gaya bahasa yang dibacanya tetapi dengan bahasa indonesia.
Beliau melakukan eksperimen baik terhadap bahasa itu sendiri maupun terhadap
presepsi dirinya sebagai seorang penyair. Dengan memakai kesusastraan eropa
sebagai percontohan, beliau menjadi orang pertama yang memproduksi pengertian
modern kedalam kesusastraan indonesia berdasarkan kesusastraan eropa (folcher 1997:88-89). Akan tetapi
presepsi ini seringkali diabaikan oleh para penulis pemula dalam hal ini para
penyair online. Sehingga yang bermunculan kemudian adalah kontabinasi antara
nafsu dan ambisi menjadi terkenal dan di kenal oleh individu maupun kelompok
dari para penyair online.
Oleh karenanya artikel ini muncul dengan harapan bahwasnya
para penyair online dapat melihat, membaca, dan memahaminya. Bagi saya kritikan
maupun pujian adalah dua kesatuan yang sudah seharusnya menjadi tolok ukur
untuk perbaikan, koreksi, dan menjadi cambuk untuk lebih baik lagi dalam menghasilkan
sebuah karya, khususnya karya puisi.
Terakhir, untuk kita semua yang masih berada dalam status
penulis pemula, alangkah baiknya menghindari retorika bermental selebritis. Karena
bagi saya sebuah karya tidak membutuhkan piagam, apalagi sekedar ingin mendapatkan pujian
dari orang-orang sekitar.
Penutup !!
Jika kebanyakan orang lebih mudah terpancing menjadi puitis,
maka saya lebih memilih untuk tidak. Lebih baik tidak sama sekali jika hanya
meraba-raba. Karena puisi bukan merupakan seni meraba-raba.
TTD : PejuangSenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar