Bagian 14

                Hey boy hey girl. Apalah arti sebuah keberakhiran jika kita masih di berikan sebuah kesempatan untuk tetap hidup? Sama halnya ketika kita terkekang lalu meneriakan kebebasan yang nyatanya teriakan kebebasan kita hanyalah sebuah kesemuan. Seperti berontak didalam semak belukar.

27 tahun sudah gue hidup di atas dunia ini dan acapkali menganggap diri gue seorang freeman. Laki-laki bebas dengan seutas mimpi yang kini nampaknya mulai usang.

“Siapa namanya bolehkah gue menyapanya?” Kembali gue berbicara dengan diri sendiri.

Lalu protes seperti “Apalah arti potensi jika tidak di imbangi dengan usaha yang maksimal?” Pertanyaan seperti ini nampaknya muncul dari dalam diri seolah tak pernah berhenti dan terus berkelanjutan. Entahlah semakin banyak hari yang terlewati, semakin jauh pula catatan ini menyimpang.

Jika semua orang menyadari bahwa “Salah itu biasa, bener juga biasa. MAKA kalau salah gausah drama, entar juga bener. Kalau bener gausah sombong entar juga salah.”

Jika saja semua reorang dan anak muda punya mentalitas ini, sungguh merdeka mereka dalam mencoba hal baru. Dan tanpa ragu mereka akan berkarya meski untuk pertama kalinya. Sebuah utas yang sungguh bermakna, tulis salah satu komika di akun sosial medianya. But tinggalkan dunia maya, di dunia nyata kita bukanlah apa-apa.

"So apakabar pekerjaan?"

Belakangan ini gue bener-bener bergerilya dalam mencari pekerjaan. Dan bahkan hasrat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak menjadi prioritas gue sejauh ini. Mungkin banyak orang pernah melakukan hal yang sama. Menelusuri trotoar jalanan sambil membawa sebuah map yang isinya surat lamaran. Lalu dengan muka tebal menghampiri setiap tempat yang berpotensi membutuhkan karyawan. Di manapun itu, apapun profesinya. Jelasnya sebuah pekerjaan yang menghasilkan Rupiah.

Terus terang, gue hampir ga punya pengalaman untuk melakukan hal yang satu ini. Berani berkeringat di siang bolong sembari berharap mendapat sebuah pekerjaan yang layak. Mengingat dan menimbang map yang gue bawa hanya berlampirkan sebuah kenekatan. Tak lebih dan tak kurang, seutas titel SMA. Miris.

Awalnya hal ini sangat bertolak belakang dengan kepribadian gue. Entahlah, seolah mencari pekerjaan dengan mendatangi setiap café dan restoran adalah adegan pengemis yang sedang meminta-minta di bawah lampu merah.

Seketika itu juga, gue berontak. Ahh ini bukan diri gue. Gue adalah freeman, pria bebas yang gak perlu terikat dengan sebuah pekerjaan. Apalagi dengan cara meminta-minta. Protes demi protes bergejolak di dalam bathin. Tapi lagi-lagi balas dendam yang terbaik adalah sukses. Sementara jalan menuju sukses adalah sebuah prospek. Untuk menuntun prospek maka usaha adalah satu-satunya cara. Kira-kira begitulah rantai yang terikat satu dengan yang lainnya.

Jika emosimu memuncak tinggi maka jangan biarkan ego membunuhmu. Kata Bob Marley dalam sebuah lagunya. The one only ,man!

So hari ini gue punya kabar gembira. Genap sudah dua bulan gue mendiami Bali. Canggu dengan segala kesibukan dan lalu lalang para bule asing setiap harinya, tak pernah berhenti. Dan nampaknya tensi lalu lalang para bule asing belum akan mereda dalam bulan ini.

Yap hari ini gue menyelesaikan wawancara tahap akhir. Artinya dalam waktu dekat gue segera memulai pekerjaan baru. Gue bahkan ragu untuk melakukan selebrasi rasa syukur atas berita bahagia ini, mengingat sebelumnya kontrak gue di cut begitu saja di perusahaan sebelumnya. Sehingga untuk kesempatan kali ini gue sepertinya harus lebih berhati-hati.

Dan lagi. Gelisah menunggu esok hari kembali menghampiri. Menebak kira-kira seperti apa hari esok? Bahkan gelisah itu terus berkecamuk mengingat besok adalah kepastian antara gue bisa memulai kerja ataupun tidak. Yap besok gue di jadwalkan untuk melakukan negosiasi kontrak kerja.

Uhh seperti mendaki sebuah gunung lalu sebentar lagi mencapai puncak, tapi puncak itu tak kunjung sampai sementara kaki-kaki mulai lelah dan dahaga membutuhkan segelas air. Ahh rembulan beri gue sedikit kekuatan untuk malam ini. Please help me.

Bukankah itu kenikmatan ketika mendaki? Rasa lelah juga haus yang tak berujung. Tubuh yang menggigil dengan sisa-sisa tenaga agar bisa sampai ke puncak. Tak bisa di pungkiri, semua pendaki akan melakukan hal yang sama yaitu terus melangkah. Semua di perlukan untuk sampai ke puncak. Huh hah heh hoh.

Butuh sedikit lagi energy untuk menaklukan tahap ini. Just come on.

Tak cukup banyak kata-kata yang menjadi kalimat bermakna untuk hari ini. Hingga seutas paragraph ini di salin maka Kopi di gelas nampaknya telah habis di seruput. Sementara sebentar lagi pagi menjelang di ufuk timur. Sudah saatnya menyenderkan tubuh di atas rebahan penuh kegelisahan ini, sembari berharap besok semua berjalan lancar.

Bismillah. Semoga semesta berbaik hati untuk hari esok, lusa, seterusnya dan seterusnya. Amin.

Bye boy, bye girl.

Canggu, Bali 10-05-2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar