Entahlah,
Beberapa hari ini suasana hati kembali meredup. Apapun yang menjadi penyebabnya
gue bahkan terlalu sukar untuk mendefenisikannya. Sementara itu, dari layar
handphone terus muncul pemberitahuan bahwa Bali sedang di guyur hujan badai di sertai
petir namun masih dalam skala ringan. Di lain sisi, hingga pukul 03.40 Wita gue
masih terjaga. Entahlah, gue hampir lupa kapan terakhir kali gue bisa tidur
dengan nyenyak. Rasanya begitu sukar untuk tidur nyenyak. Bayang-bayang
kegagalan terus menghantui. Gagal dalam perkuliahan, pujaan hati yang malah
pergi, hingga frustasi terhadap pekerjaan yang tak kunjung datang benar-benar
membuat gila.
Teringat beberapa tahun silam, mantan istri gue pernah bilang “lu adalah benalu” yang hanya bisa
menempel dan hinggap pada tubuh seseorang. Belakangan gue baru paham, ternyata
apa yang pernah di ucapkannya adalah sesuatu yang nyata. Gue bagai parasite yang
hanya mampu bertahan hidup di lapisan dalam bagian kulit daripada tubuh
seseorang. Lalu ketika gue menyadarinya, yang tersisa hanya kesia-siaan dan
kehinaan. Alangkah buruknya diri gue ini.
Hampir sebulan gue di bali dan ternyata sejauh ini Bali
belum banyak membantu. Bali hanya sekedar menjadi tempat pelarian, sembunyi
dari para anjing penjilat penegak hukum. Fuck the all cops. Ngakunya penegak
hukum tapi nyatanya hanya memeras. Sudah banyak temen-temen gue yang jadi
korban dari praktek busuk itu. Siapa bilang pemerintah hari ini peduli terhadap
para pengguna ganja?? Rehabilitasi?? Fuck bullshit. Atau lu yang sok ngebela ganja medis? Heh anying masih
banyak manusia normal yang terus di bui hanya gegara Ganja. Dan kalian masih
belum menyadarinya, siapa yang sesungguhnya di kriminalisasi?? Gue benar-benar
benci dengan segala kekacauan ini. Anjing.
Dan Inilah mimpi terburuk dari hidup gue, di cari oleh
segerombolan orang brengsek yang ngakunya penegak hukum hanya karena menggauli cannabies. Ahh tae rasa-rasanya ingin
mati rasanya. Setelah melewati begitu banyak kegagalan, kini kegagalan lainnya
seolah-olah berdiri di depan sedang menunggu. Menanti gue untuk tumbang. Seperti
segerombolan srigala yang sedang mengintai mangsanya. Apakah ini balasan yang
setimpal untuk menebus kesalahan dan kelalaian gue di hari-hari yang lampau?
Fuck sebuah pengakuan yang tak pantas jika hari ini gue
mulai merindukan Bogor. Entah karena alasan yang terselubung di balik
pernyataan ini, ataukah sudah sewajarnya gue untuk merindukan kota Bogor? Lalu kenapa
gue gak merindukan Rumah? Padahal rumah gue di ujung lainnya, di Timur
nusantara. Lalu kemudian gue tersadarkan bahwa gue ternyata gak bisa pulang
untuk kembali kerumah. Dan semua itu bagian dari penebusan dengan harga mahal akan
kebebasan yang bablas dari masa lalu. Sebuah kekacauan tanpa konsep, tanpa
prosedur dan hanya berujung kepada penyesalan yang tak henti-henti.
Dan begitulah, pada akhirnya gue terlalu takut dan khawatir jika
masalah dan segala kebusukan gue malah kegiring
lalu sampai kerumah. Sebuah malapetaka dan kiamat yang gue ciptain sendiri
tentunya. Ah entahlah, bahkan kata-kata lewat tulisan ini susah di cerna
rasanya. Pulang malu tak pulang rindu.
Yap awalnya gue kira dengan meninggalkan Bogor maka
hilanglah juga semua masalah dan permasalahan yang pernah gue ciptain di sana. Baik
yang di sengaja maupun yang tidak disengaja.
Tapi nyatanya nggak.
Semua kebusukan itu malah menjadi hantu yang terus menghantui. Terus mengibiri
sisa-sisa kepercayaan dalam diri ini. Optimisme
yang malah memudar, struggle yang
ikut menghilang, dan juga rebell yang
perlahan sirna. Membuat frustasi semakin meliar. Begitulah sebagian jiwa gue yang ikut
terperangkap dan terjebak dengan segala ketakutan ini.
Gue penasaran, apakah lu pernah ngerasain ketika tubuh lu
keluar dari tubuh lu yang lainnya.
Kemudian menyaksikan betapa hina-nya hidup
lu selama ini? Menyaksikan tubuh lu yang lainnya menjalani hari-hari dengan
topeng kemunafikan? Berpura-pura dalam kepura-puraan? Pura-pura bahagia,
pura-pura tertawa, pura-pura punya kebebasan. Padahal nyatanya lu terkekang.
Terkekang dengan segala aturan yang telah mengikat. Apakah lu sadar bahkan
ketika lu berak, lu kencing semua telah di atur? Gue punya bukti kuat,
bagaimana caranya diri kita di control dan di kendalikan. Bak domba yang sedang
di gembala.
Heh anying hidup lu telah di rancang buat ngikutin aturan!!
Fuck lah. Gue bahkan gatau kepada siapa segala murka ini harus bermuara.
Yap mungkin saja ini adalah egoisme yang telah memupuk. Ngerasa sok paling bener, sok paling
bijak, sok paling tau. Padahal otaknya kosong, isinya cuman kardus usang
yang udeh gak kepake.
Shit nasib gue sial amat yak. Kamprett!!!!
Oh tidak ataukah ini yang dinamakan Karma????
Lalu jika benar karma maka kepada siapa gue harus mengadu?
Tuhankah?
NGGAK, gue belum pantas untuk mengadu kepada Tuhan. Tuhan
terlalu agung untuk menyelesaikan karma dan segala kesialan ini.
Jika kematian adalah pilihan solutif maka sudah lama gue
mengambil keputusan itu. Orang bijak pernah mengatakan “Namanya perspektif, ia
bebas hinggap kemana saja dan tergantung individu yang di singgahinya. Lalu ia
bebas memaknai bahwa hidup dan mati sama artinya. Lalu kenapa kamu memilih
hidup? Ya karena gak ada bedanya ama mati.”
Ah entahlah, segala kemurkaan ini tidak lebih dari omong
kosong. Segala tipu daya dalam hidup ini harusnya cukup menjadi alasan agar
tetap bertahan hidup. Keep reel, keep moved. Bahwa hidup dengan kesia-sian
adalah malapetaka dan kiamat yang gak semestinya lu bagi dengan orang lain.
Tapi apalah daya, mungkin gue adalah salah satu orang yang paling sial. Tapi
gue selalu sadar di luar sana masih banyak orang yang bahkan lebih memilukan
dari gue. Tenang kawan, gue lebih menyedihkan dari kalian. Bertahanlah,
percayakan saja bahwa sesudah hujan badai ada pelangi yang menghampiri.
Ini bukan kisah sedih atau keluhan atas keberakhiran dari
segalanya. Tidak. Ini adalah gerbang pencarian selanjutnya, sebuah kesempatan
untuk menebus segala sesuatu dari masa lalu yang disebut dengan "kegagalan."
Gue harus memaksa diri dan yakin bahwa ini adalah permulaan.
Bukankah selalu ada yang namanya kesempatan kedua?
Atau, gue udeh melewatkan kesempatan kedua itu? Ahh entahlah,
gue harus percaya bahwa semuanya telah di rancang dan di atur oleh Sang Maha Agung. Tuhan
Semesta Alam.
Come on bali. Bantu gue dengan keajaiban lu. Gue butuh
sebuah keberuntungan. Butuh kebaikan hati dari semesta di tanah bali. Oh para
leluhur turun lah dari langitmu dan bantulah aku yang mulai merana ini.
Email gue bahkan gada balesan. CV gue pun gada ada respon.
Tak ada tetanda panggilan perihal pekerjaan. Oh no usaha gue belum maksimal!!!
Haha gue jadi teringat dengan acara di sebuah stasiun
televise yang isinya lawakan,. “bawa map bawa map,. Cari pekerjaan,.” hadoh
mang Saswi. Di tengah suasana gundah gulana ini lu masih sempet-sempetnya
nongol di benak gue. Haha thankslah. Mengenang gelagat lu membuat gue tertawa
kecil walau sejenak.
Bila mau menyanggah soal kencing onta jangan dari sisi akal
sehat. Cari sisi lain., jangan kau mengaku hidup sebelum kau sanggup tertawakan
akal sehat dan kematianmu. Ah hidup kau terlalu rumit untuk dijadikan sebuah
sajak.
Jakarta kerass
Bogor beriman
Jogja I miss you
Bali hai
Canggu, Bali 23 Maret 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar