Dek sekarang kamu dimana? Masih di bali? Ini kali kedua aku mergokin
ibu menangis selepas sholat subuh. Tadi pagi aku coba buat nanyain ke si ibu,.
Ibu bilang dia keinget ama kamu dek,. Ibu juga bilang kamu sebaiknya pulang
dulu kerumah,. Liat si ibu sekalian liat si kembar. Ibu bahkan udah gak
berangkat ke pasar belakangan ini,. Ibu bilang kamu gausah lagi mikir yang macam-macam,
apalagi mikirin beban. Jadi gada alasan lagi buat kamu untuk ga pulang. Gimana
dek? Kamu pulang aja dulu puasa kali ini,. Ibu mulai khawatir ama keadaan kamu
dek,. Kamu mikir baik-baik aja dulu,. Kamu tinggal ngabarin kakak ajah kalo
udah berubah pikiran.
Bommms,. Hari ini gue dikagetin ama sebuah pesan masuk dari
kakak gue yang nomer satu. Kakak perempuan gue yang paling cerewet sekaligus
yang paling judes. Dia menjadi nomer satu dan gue kebagian nomer empat.
Meskipun dia udeh berkeluarga, dia masih tetep tinggal bareng di rumah. Ya
semua karena ibu. Dari dulu ibu emang punya sifat yang cenderung gamau jauh-jauh
dari anaknya. Dan gue sangat menyadari hal itu sedari kecil.
Mungkin karena pengaruh pemikiran orang zaman dulu,. Gue
menyaksikan sendiri gimana keukeuh-nya
si ibu ketika berdebat dengan alm
bapak. Ibu gue bahkan gamau anak-anaknya untuk kuliah. Bukan karena alasan
ekonomi, akan tetapi ibu takut kalo anak-anaknya bakal hidup susah kalo jauh
dari rumah. Takut kelaperan, khawatir kalo sakit dan lain sebagainya. Dan itu
terbukti ketiga kakak gue ga kebagian merasakan sensasi dunia perkuliahan.
Terkecuali kakak gue yang nomer tiga,. Setelah menikah dia
akhirnya menyelesaikan kuliahnya. Itu pun karena emang udeh beda rumah sama si
ibu. Maklum kakak gue yang ketiga cukup pintar dan cerdas. Dari zaman SMA ia
sudah membuktikan dirinya dengan beberapa kali menjadi juara umum di sekolahnya.
Alhasil tekadnya yang bulat perihal kuliah akhirnya terbayar setelah ia
menikah.
Secara geografis rumah gue berada di pelosok yang sangat
jauh jika di ukur dari ibukota. Kini dengan kecanggihan teknologi gue bisa
faham kenapa si ibu punya kekhawatiran yang begitu mendalam. Gue bisa jamin
hampir semua orangtua di daerah asal gue punya pemikiran yang cenderung sama.
Dan itu salah satunya yang terdapat dari sifat si ibu.
Ya pada intinya semua wanita yang hidup sebagai seorang ibu
cenderung punya kekhawatiran yang sama terhadap anak-anaknya. Dan itu juga yang
selalu terpancarkan dari sosok ibu gue.
Gue berasal dari sebuah desa adat yang bernama Lamahala
Jaya. Sebuah desa terpencil dengan basis muslim terbesar di pulau Adonara.
Sementara itu, Adonara adalah sebuah pulau yang terletak di kepulauan Nusa
Tenggara, yakni di sebelah timur Pulau Flores. Luas wilayahnya 509 km2 dan
titik tertingginya 1.676 m. Pulau ini di batasi oleh Laut Flores di sebelah
utara, selat Solor di selatan, serta selat Lewotobi di barat. Singkatnya sih
gue anak pulau., wanjay anak pulau. Ckckckk.
Sebenernya sih gue ga terlalu kaget dengan pesan masuk yang
di sampaikan oleh kakak gue,. Maklum dari semua anak-anak ibu, gue yang paling
lama dan yang paling betah hidup diluar rumah. 3 tahun selama SMA gue udeh
ninggalin rumah. Maklum tempat sekolah gue di tempuh dalam 18 jam menggunakan
kapal fery. So secara mental gue udeh terdidik hidup sebagai anak kossan. Hehe.
Adalah kota Kupang, gue menghabiskan waktu 3 tahun disana.
Perlu diketahui bahwa Kupang merupakan kotamadya dan sekaligus ibukota provinsi
Nusa Tenggara Timur. Sebagai kota terbesar di provinsi NTT maka kota Kupang di
penuhi oleh para pendatang dan berbagai suku diantaranya; Suku Timor, Rote,
Sabu, Tionghoa, Flores dan sebagian kecil pendatang dari Bugis dan Jawa.
Selama masa sekolah gue terhitung 3 kali pulang kerumah. Bahkan
ketika kedua kakak perempuan gue menikah gue gak sekalipun pulang kerumah. Gue sih
gak inget dengan jelas alasan kenapa gue gak balik,. Yang jelas gue cenderung enggan
untuk pulang kerumah. Entahlah gue bahkan gak tahu alasan kenapa gue jarang
untuk balik kerumah. Mungkin jarak yang jauh kali yak. May be.
So setelah 3 tahun
di kupang, gue kemudian memutuskan untuk melanjutkan petualangan ke kota bogor.
Mungkin gue terlahir sebagai anak kesayangan kali ye. Permintaan untuk
melanjutkan kuliah di kota bogor terkabulkan begitu saja. Hal ini tentunya
bertolak belakang dengan kepribadian ibu sebelumnya. Tentunya gue punya trik
xtra gimana caranya agar ibu mengabulkan permintaan gue supaya bisa ke bogor. Dan
hal itu pun baru terealisasi setelah satu tahun kemudian. “jadi ane nganggur
setahun bray sebelum berangkat ke bogor”. Wkwkwk proses negosiasinya alot cuy,.
Gue masih mengingat dengan baik ketika pertama kali gue
balik kerumah setelah beberapa tahun gue kuliah. Ibu bahkan terkaget-kaget
melihat anak keempatnya itu ketika gue tiba dirumah. Rambut gondrong yang terkesan
urak-urakan membuat ibu langsung khawatir akan keberadaan gue selama ini ketika
hidup di bogor. Ciuman hangat di kening kemudian di ikuti suara tangis membuat
gue merasa bersalah ketika itu. Meski begitu gue yakin tangisan ibu kala itu
karena rindunya yang sudah menumpuk terhadap anak keempatnya ini. Sampai
sekarang gue masih bisa merasakan, kalo gue emang anak kesayangan emak gue. Wkwkwk.
I miss u mom. Hikshiks.
Liburan telah usai dan gue pun kembali ke kota bogor. 8
tahun adalah waktu yang telah gue habiskan di bogor. Dan selama itulah gue
menganggap diri gue seorang freeman. Hingga
kini gue bahkan bungkam perihal keberadaan gue di Bali. Yap gue mulai ngerasa sungkan aja atas kegagalan gue sebagai
seorang anak yang bertanggungjawab. Sehingga keputusan seperti ini harus gue
ambil. Gue bisa aja pulang kerumah kapanpun gue mau. Hanya saja ada ribuan
alasan yang mengharuskan gue untuk tidak pulang. Pulang malu tak pulang rindu. Hmppp.
Meski begitu beberapa bulan kemaren gue masih sempet di
kunjungi ibu. Ibu emang sengaja datang ke Jakarta karena ada urusan keluarga,
sekaligus beliau ke Tanah Abang untuk keperluan belanjaannya.
Sedikit informasi: Nyokap emang mental pedagang euy, jadi
kitu weh. Datang ke jakarta sekalian belanja. Sekali mendayung 3 sampai 4 pulau
terlewati. Wkwkwk. Emak gue paling jago deuh kalo soal dagang mah.
Tentunya gue seneng bukan kepalang ketika tau ibu akan
datang ke Jakarta. Dan alhasil gue menang banyak selama ibu di Jakarta. Wahahha.
Beda lagi ketika kunjungan ibu kali ini. Gue tahu ibu marah,
tapi gue juga tahu ibu ga akan marah di depan gue secara langsung. Setelah sebelumnya
rambut gondrong kini gue menyambut ibu dengan rambut gimbal. Kalo dulu gue
kerumah ibu hanya kaget, sekarang ibu makin spot jantung ketika melihat
penampilan gue yang kian urak-urakan.
Meski begitu ibu tetap tenang dan memilih untuk tidak
meluapkan amarahnya. Udeh gue bilang, gue tau ibu marah. Tapi gue juga tahu ibu
ga bakalan marah secara langsung. Wkwkk maap mom, anakmu ini emang selalu
hilang arah.
Beberapa minggu ibu di Jakarta membuat gue semakin sadar
bahwa ternyata ibu sudah mulai menua. Bahkan jika di hitung ibu udeh punya 8
cucu sejauh ini. Dan hal ini semakin mempertegas bahwa ibu emang berada dalam
fase usia lanjut. Dimana sudah saatnya beliau untuk mengurangi aktifitasnya
yang padat dan sebisanya memperbanyak waktu untuk beristirahat. Wajahnya yang
mulai mengeriput tidak serta merta membuat semangatnya meluntur.
Pernah ada kejadian ketika gue dan ibu pulang dari tanah
abang. Tiba-tiba gue dan nyokap di samperin oleh seorang ibu-ibu. Dalam percakapan
tersebut, si ibu-ibu itu bertanya ke arah gue. “dek ibu kamu makannya apa? Kok kuat
banget ngangkat yang berat-berat?
Belum sempet gue jawab,. Nyokap udeh nyahut aje,. “Iya bu, saya
mah orang jauh. Makannya singkong ama jagung titi”. Cletuk nyokap.
Mendengar jawaban tersebut, si ibu-ibu itu kembali
bertanya,. “Emang asalnya darimana?”,.
Nyokap kembali menjawab,. “Saya mah orang Flores, jauh kalo
dari sini mah”,.
Belum puas dengan jawaban nyokap,. Si ibu-ibu melihat kearah
gue,.
Sontak gue reflex dan kemudian perlahan gue menjelaskan ke
si ibu-ibu tersebut perihal maksud dan tujuan gue ama nyokap berada di stasiun
kereta api tanah abang.
Sebelum si ibu-ibu itu pergi, “Ia berucap, jagain mama kamu
ya dek. Masih kuat banget padahal udah tua, hati-hati juga kalo nanti pulang ke
Flores”.
“Iya makasih, sahut gue pelan”.
Dan begitulah ibu. Beliau selalu terlihat bersemangat dan
kuat meski usianya yang semakin menua.
Akhirnya beberapa minggu pun berlalu dan sudah saatnya ibu
untuk pulang. Gue sempet sedih pas nganterin ibu balik. Tapi gue urungkan rasa
sedih gue itu, karena ibu udeh berpesan bahwa anak laki-laki sudah seharusnya
kuat dan tegar. Dan airmata adalah segala sesuatu yang dapat melemahkan. So,
ibu kemudian pergi tanpa ada air mata pada hari itu.
Hingga hari ini gue belum sempat berbuat banyak hal yang
sekiranya bisa membuat ibu gue bangga. Akan tetapi dalam lubuk hati yang paling
jauh, gue tetep bangga menjadi anak dari seorang ibu yang telah membesarkan
kelima anaknya seorang diri. My mother is the strongest woman. Maaf gue belum
bisa membuat ibu bangga sejauh ini. Im so sorry.
Semoga ibu selalu dalam lindungan sang Penguasa langit dan
bumi. Hanya kepada-Mu lah tempat kami mengadu, dan hanya kepada-Mu lah tempat kami
meminta. Semoga ibu selalu di beri kesehatan. Amin.
Sebagai penutup, hari ini suasana hati gue kembali meredup. Ya
gue emang rindu ama rumah, tapi lagi-lagi gue belum bisa pulang. Setidaknya catatan
ini menjadi pelampiasan yang tepat atas kerinduan ini.
Sampai jumpa di
lain hari. Bye boy bye girl.
Canggu, Bali 10 April 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar