Sebuah Catatan Permulaan bagian 10


                Dan ketika ujian sudah terlewati maka pujian yang kau tuai. Itu adalah perspektif yang menyimpang. Yap gue cuman khawatir aja, tanpa disadari kita adalah golongan orang-orang yang di penuhi rasa angkuh, hanya karena berhasil melewati beberapa cobaan yang melintas.

So apakabar kawan-kawan? Beberapa hari ini gue bahkan ga berani untuk menyentuh laptop. Terhitung seminggu penuh ini gue seolah-olah kehilangan keberanian untuk melanjutkan catatan ini. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan apa yang gue rencanakan sebelumnya. Yaitu: Apapun yang terjadi gue harus menyempatkan diri untuk menyalin segala sesuatu agar catatan ini terus berkelanjutan. Rupanya mencatat segala sesuatu yang gue maksud tak semudah seperti apa yang gue pikirkan dan gue rencanakan sebelumnya. Gue bahkan bingung dan seolah hilang arah untuk menggambarkan keberadaan gue dalam salinan ini. Terutama selama seminggu ini.

Sempat beberapa hari lalu gue coba untuk menulis ketika mood sedang bagus. Lalu  tiba-tiba saja kepala gue brasa panas, kringat dingin bercucuran, dan mata menjadi lembab. Gue masih memaksa diri untuk tetap melanjutkan pargraph demi paragraph hingga akhirnya gue menyerah dan men-delete semua paragraph yang telah menyebabkan ketidaknyamanan itu. kata temen gue mah “Ngapain lu bikin salinan kalok lu cuman menyiksa diri?” wkwkwkk.

Yoi gue setuju apa kata temen gue. Pada akhirnya menulis adalah sebuah kesenangan. Bentuk ekspresi yang sudah seharusnya membuat siapapun untuk menikmati apa yang ia tulis. Bukan pula sebuah paksaan terhadap diri agar keinginannya terpenuhi. Bagi gue ada dua kemungkinan yang bisa membuat seseorang agar tetap menulis. Yaitu perasaan suka dan perasaan duka. Sehingga jika gue harus menulis dalam keterpaksaan maka jelas gue tidak bisa menikmati apa yang akan gue tulis. So disinilah kita, kembali kepada aktivitas dan keseharian seperti roda mesin yang menderu tiada henti.

Suasana pantai Berawa hari ini agak berbeda seperti biasanya. Pemandangan lalu lalang para wisatawan mancanegara serta para instruktur surving bahkan tidak terlihat sama sekali. Rupanya cuaca hari ini sedang tidak bersahabat. Angin kencang dan ombak besar yang tak beraturan menyebabkan para peselancar tidak bisa memainkan papannya menyusuri ombak raksasa seperti hari-hari biasanya. Hanya terlihat beberapa wanita Asia yang sibuk berswafoto sambil memainkan air laut sesisa hempasan ombak yang menghampiri.

Hingga catatan ini dimuat gue hampir tidak pernah alpha untuk datang ke pantai ini setiap harinya. Yap Berawa namanya. Lokasi ini berada di jalan Pantai Berawa, Desa Tibuneneng, Kecamatan Kuta Utara. Perlu gue informasikan bahwa disinilah sunset terbaik yang bisa kalian temui. Jika di sore hari maka sepanjang bibir pantai di penuhi oleh para wisatawan. Baik mancanegara maupun wisatawan lokal. Dari sisi aktivitasnya pun sangat bervariatif. Ada yang ber-santai ria, ada yang berolahraga ringan, ada pula yang sibuk menjual pernak pernik khas Bali.

Di pantai ini pula berdiri sebuah restoran megah sepanjang pesisir pantai canggu. Finns Beach Club. Pavilium bambu terbuka yang menyediakan menu international, bar kolam untuk melihat matahari terbenam dengan ke-eksotisannya. Dari penuturan temen gue yang bekerja disana, fasilitas yang disediakan oleh Finns Beach Club antara lain 6 bar, Live Music, Restaurant, Ruang Ganti, Wifi, Atm, dan Retall shop. Yang paling menarik adalah Finns Beach Club menyediakan fasilitas tempat bermain night surfing di Bali. Hal ini bisa terlihat jelas dengan adanya beberapa lampu Led raksasa yang di pasang di sepanjang pelataran tempat itu.

Pada intinya adalah untuk kesekian kalinya gue menemukan jawaban selanjutnya kenapa Bali menjadi destinasi international. Seperti pada ulasan sebelumnya perihal variasi alasan kenapa para bule sangat tertarik untuk datang kesini. Maka alasan selanjutnya adalah mereka sengaja datang untuk bermain surfing. Yoi Bali sebelumnya sudah terkenal di mata dunia dengan ombak-ombak raksasanya. Tempat yang sempurna untuk para peselancar dunia. Tentunya bagi gue ini adalah pemandangan baru ketika melihat para pesalancar sibuk memainkan papannya. Semakin kecil diameter papan selancar maka semakin Pro seseorang yang memainkan papan tersebut. Magic gan.
Meski begitu pantai lainnya seperti Uluwatu yang lebih terkenal akan ombak-ombak raksasanya. Bahkan pantai uluwatu adalah salah satu tempat yang menjadi penyelenggaraan surving skala international. Gue sendiri sih belon sanggup buat beli papan selancar, apalagi jadi atlet. Wkwkwkk.

Matahari sudah tenggelam dan hari mulai gelap. Sudah saatnya untuk beranjak pulang. Sampai jumpa di esok hari tentunya.

Oia guys Pemilu telah selesai tapi polemic masih tetap berlanjut. Kemarin gue masih sempet menulis sebuah status kurang lebihnya seperti berikut: “Bukan orientasi GOLPUT yang kita bicarakan hari ini, tapi bagi gue ini adalah langkah maju, baik yang pro ataupun yang kontra. Karena sudah sewajarnya bahasan seperti ini yang hadir dalam pembicaraan kita. Bukan lagi viralisasi dari kasus #SaveAudry yang mengecoh sejagad raya, ataupun unggahan grebek rumah dan pura-pura menjadi gembel lalu masuk TV dan sebagainya. Pada intinya golput atau tidak memilih bukanlah sebuah solusi alternative, akan tetapi keputusan untuk tidak memilih adalah sebuah pilihan beradab. Terlepas dari hak dan tanggungjawab kita sebagai masyarakat yang telah di atur dalam UUD 1945. Kenyataannya jika kemudian golput adalah sebuah tindakan criminal maka pertanyaannya adalah dimanakah tanggungjawab Negara terhadap masyarakat!? Bagi gue jawabannya sudah kawan-kawan ketahui bersama. Pada dasarnya Negara dan segala system pendukungnya adalah bentuk kediktatoran legal yang harus dimusnahkan. Dan itu sudah terbukti jika kawan-kawan memperhatikannya secara seksama. Kesenjangan sosial dan sejuta contoh kasus sesudahnya cukup untuk menyudahi teaterikal dan adu citra ini. Yap seperti yang seringkali gue sampaikan. Bahwa gue tetap memilih untuk tidak memilih dari kedua kandidat President yang telah mencalonkan dirinya.

Lalu apa yang terjadi dengan status itu? seketika kolom komentar di penuhi dengan komentar-komentar dari beberapa golongan kelingking ungu. Golongan-golongan ini tentu sebelumnya saling ribut satu sama yang lainnya demi membela calon Presiden kebanggaannya. Tapi atmosfir itu berubah ketika golongan ketiga muncul. Mereka lalu bersatu kemudian beramai-ramai menyerang golongan ketiga. Sebuah pemandangan yang tentunya riskan untuk di bahas. Politic the f*cking bulshit.

Semoga aje kalian-kalian yang waras tetep kondusif. Ckckckk.

Good bye boy, good bye girl.


Canggu, Bali 19-04-2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar