Sebuah Catatan Permulaan bagian 11


                Baru-baru ini gue dapet mention dari mantan dosen yang dulunya pernah menjabat sebagai wakil rektor bidang kemahasiswaan. Sebuah jabatan serta posisi yang strategis tentunya di ranah structural universitas. Dari karakteristik dan kepribadian, beliau memang cukup akrab dan selalu berbaur dengan para mahasiswanya. Sosoknya yang elegan dan kharismatik membuat para mahasiswanya tidak segan untuk sekedar menyapa ataupun sekedar bercanda-ria. Yap beliau memang terkenal dengan keramahan dan punya jiwa humoris yang tinggi. Sehingga tidak mengerankan jika kebanyakan mahasiswa mengenalnya dengan sangat baik. Tentunya dari sekian banyak nama yang akrab dengan beliau, ada nama gue disana.

Singkat cerita, beliau juga merupakan tenaga pengajar di salah satu jurusan dimana jurusan yang dimaksud adalah tempat gue mengambil ke-profesian gue, yaitu Teknik Elektro. Cara mengajarnya pun bahkan sangat berbeda jika di bandingkan dengan seluruh tenaga pengajar (dosen) yang ada dijurusan. Maklum hampir semua mata pelajaran perihal elektro atau kelistrikan sarat dengan muatan hitung menghitung. Dari Fisika Dasar, Kalkulus, Matematika Teknik (Matek), Sistem Linear, Ekonomi Teknik (Ekotek), Rangkaian Listrik (Ralis), Elektronika Daya (Ed), Rangkaian Logika (Ralog), Sistem Distribusi, Sistem Transmisi, dan masih banyak lagi mata kuliah yang benar-benar membosankan dengan semua hitung-hitungan serta rumus-rumus yang harus di hafal.

Oleh karenanya sosok beliau menjadi pembeda dikemudian hari karena metode dan cara beliau menyampaikan materi pada mata kuliahnya. Jika kebanyakan dari tenaga pengajar lain cenderung monoton dan membosankan maka tidak dengan mata kuliah beliau. Beliau selalu mengisi materi dengan jook-jook lelucon yang endingnya mengocok isi perut. Sambil menampilkan beberapa band rock and roll lawas di layar proyektor. Sembari menceritakan masa mudanya menjadi mahasiswa yang idealis, beliau kemudian menyelipkan beberapa materi kuliah dalam setiap cerita yang di bangun selama jam perkuliahan berlangsung. Sehingga sebagian dari kami yang notabene mahasiswanya selalu di giring kedalam alur cerita yang beliau bangun. Tanpa kami sadari pula, beliau menyertakan bab demi bab dari materi kuliah dalam mata kuliah yang beliau berikan. Salah satu statement legendaris yang pernah beliau ucapkan adalah:

“Gua gak bisa ngajarin kalian jika buku panduan yang gua pegang isinya cuman bahasa inggris dan angka-angka serta rumus yang gua jamin kalian semua gada yang ngerti”. 

Pada akhirnya sebuah kesimpulan yang bisa gue ambil adalah Ternyata beliau menyesuaikan keadaan dengan kondisi daripada para mahasiswanya. Yaitu penyesuaian pada Porsi dan Prioritas. Sehingga di butuhkan sebuah metode agar mengatasi permasalahan tersebut. Dan tentunya beliau cukup cerdik dan cerdas dalam menyiasati problem tersebut.

Dan hal inilah yang membedakan sosok beliau dengan tenaga pengajar lainnya. Jika mata kuliah lainnya kami diharuskan mencatat semua angka-angka di papan tulis, mengerjakan soal, lalu mendengarkan penjelasan perihal hasil perkalian, pembagian dan lain lain. Maka pemandangan akan berbeda dan berubah drastis jika berada dalam kelas beliau, 360 derajat.

Pernah suatu ketika gue kesiangan, Tanpa pikir panjang dan dengan sedikit keberanian gue tetap menghampiri kelas dimana beliau sedang mengajar , Sementara itu perkuliahan telah berlangsung selama satu jam.

“Assalamualakum, selamat pagi pak”. Ucap gue.

Sontak seisi kelas pun kaget dan semua mata tertuju kearah gue.

“waalaikumsalam, sahut beliau”.

“kamu kenapa terlambat?”

“kesiangan pak”

“iya kenapa kesiangan”?

“semalam begadang nonton bola pak”. Sahut gue sambil menggaruk kepala.

“kamu coba sini”. Panggil beliau.

Tatapannya yang tajam membuat gue jadi grogi. Meski begitu gue dapat mengatasinya dengan berpura-pura bertingkah layaknya seorang yang gak bersalah. Wkwkwk.

“coba buka tas kamu” kembali beliau berucap.

Dengan sigap gue pun membuka tas dan mengeluarkan buku binder. Satu-satunya barang yang sering gue bawa kemana-mana.

Beliau pun hanya melihat sambil mengangguk-ngangguk kepalanya. Seolah-olah menerjemahkan sesuatu.

“celana kamu kenapa robek-robek?” kembali beliau bertanya.

“gaya anak muda pak”. Sahut gue pelan.

Dengan dahi yang mengkerut beliau kembali bertanya.

“jadi kamu yang namanya Pajero”?

Tanpa bersuara gue meng-iya-kan pertanyaan beliau.

Tiba-tiba saja beliau kemudian merogoh kocek lalu mengeluarkan dompet dari saku belakangnya.

“ini ambil duit, jahit celana kamu dan beli perlengkapan kuliah kamu. Lihat temen-temen kamu peralatannya lengkap”.

Seketika seisi kelas pun pecah dengan ketawa yang nyaring pada pagi itu. Hahaha temen-temen gue aja pada kaget apalagi gue!? Hahaha.

Dan begitulah sosok beliau. Ramah, humoris dan legendaris. Yap semenjak kejadian itu gue tidak segan lagi dan bahkan seringkali gue pintain duit ketika bertemu. Maklum gue hanya beberapa semester mendapatkan kesempatan untuk bertatap muka dengan beliau.

Hingga beberapa hari kemarin sebuah pemberitahuan di handphone pertanda mention yang masuk dari beliau. 

“Ekonomi teknik, statistik nggak lulus-lulus. Di remed juga nggak lulus-lulus. Ujung-ujungnya putus asa. Lama-lama DO. Lawan dekan berani, lawan rektor berani, lawan presiden pun berani. Masa lawan masa depan blee”? Lemaaah. Ucap beliau dalam statmentnya

Alarm sudah berbunyi menandakan pukul 05.00 wita. Sudah saatnya untuk beranjak kepantai, menunggu yang akan terbenam, menanti yang akan tenggelam. Sebuah rutinitas dan seolah-olah menjadi ritual keseharian yang gak bisa di abaikan. Sunset, pliss waiting me.

Sampai jumpa di malam hari kawan. Bye boy BYE girl.

Canggu, Bali 20 April 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar